Baginda tiba-tiba merasa tertarik mendadak beliau ingin istananya dipindahkan ke atas gunung agar bisa lebih leluasa menikmati pemandangan di sekitar. Dan bukankah hal itu tidak mustahil bisa dilakukan karena ada Abu Nawas yang amat cerdik di negerinya.

Tanpa membuang waktu Abu Nawas segera dipanggil untuk menghadap Baginda Raja Harun Al Rasyid. Setelah Abu Nawas dihadapkan. Raja pun berkata kepada Abu Nawas.

“Abu Nawas engkau harus memindahkan istanaku ke atas gunung agar aku lebih leluasa melihat negeriku?” kata Baginda sambil melirik reaksi Abu Nawas.

Abu Nawas tidak langsung menjawab. Ia berpikir sejenak hingga keningnya berkerut. Tldak mungkin menolak perintah Baginda kecuali kalau memang ingin dihukum. Akhirnya Abu Nawas terpaksa menyanggupi proyek raksasa itu. Ada satu lagi, permintaan dati Baginda, pekerjaan itu harus diselesaikan hanya dalam waktu sebutan. Abu Nawas pulang dengan hati masgul.


Setiap malam ia hanya berteman dengan rembulan dan bintang-bintang. Hari-hari ditewatinya dengan kegundahan. Tak ada hari yang lebih berat dalam hidup Abu Nawas kecuali hari-hari ini. Tetapi pada hari kesembilan ia tidak lagi merasa gundah gulana.

Keesokan harinya Abu Nawas menuju istana. ia menghadap Baginda untuk membahas pemindahan istana Dengan senang hati Baginda akan mendengarkan, apa yang diinginkan Abu Nawas.  “Ampun Tuanku, hamba datang ke sini hanya untuk mengajukan usul untuk memperlancar pekerjaan hamba nanti,” kata Abu Nawas.

Apa usul itu?” tanya Baginda. Hamba akan memindahkan istana Paduka yang mulia tepat pada Hari Raya Idul Qurban yang kebetulan hanya kurang dua puluh hari lagi,” kata Abu Nawas.

“Kalau hanya itu usulmu, baiklah,” kata Baginda

“Satu lagi Baginda, ”Abu Nawas menambahkan.

Apa lagi?” tanya Baginda.

“Hamba mohon Baginda menyembelih sepuluh ekor sapi yang gemuk untuk dibagikan langsung kepada para fakir miskin.” kata Abu Nawas.

“Usulmu kuterima,” kata Baginda menyetujui.

Abu Nawas pulang dengan perasaan riang gembira. Kini tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Toh nanti bila waktunya sudah tiba, ia pasti akan dengan mudah memindahkan istana Baginda Raja. Jangankan hanya memindahkan ke puncak gunung, ke dasar samudera pun Abu Nawas sanggup.

Desas-desus mulai tersebar ke seluruh pelosok negeri. Hampir semua orang harap-harap cemas. Tetapi sebagian besar rakyat merasa yakin atas kemampuan Abu Nawas. Karena selama ini Abu Nawas belum pemah gagal melaksanakan tugas-tugas aneh yang dibebankan di atas pundaknya. Namun ada beberapa orang yang meragukan keberhasilan Abu Nawas kali ini.

Saat-saat yang dinanti-nantikan tiba. Rakyat berbondongbondong menuju lapangan untuk melakukan shalat Hari Raya Idul Adha. Dan seusai shalat, sepuluh sapi sumbangan Baginda Raja disembelih lalu dimasak kemudian segera dibagikan kepada fakir miskin. Kini giliran Abu Nawas yang harus melaksanakan tugas berat itu.

Abu Nawas berjalan menuju istana diikuti oleh rakyat. Sesampai di depan istana Abu Nawas bertanya kepada Baginda Raja.

“Ampun Tuanku yang mulia, apakah istana sudah tidak ada orangnya lagi?” tanya Abu Nawas.

“TIdak ada,” jawab Baginda Raja singkat.

Kemudian Abu Nawas berjalan beberapa iangkah mendekati istana. la berdiri sambii memandangi istana. Abu Nawas berdiri mematung seolaholah ada yang ditunggu. Benar. Baginda Raja akhirnya tidak sabar. ‘

“Abu Nawas, mengapa engkau belum Juga mengangkat istana. ku?” tanya Baginda Raja. .

“Hamba sudah siap sejak tadi Baginda” kata Abu Nawas.

”Apa maksudmu engkau sudah siap sejak tadi? Kalau engkau sudah siap. Lalu apa yang engkau tunggu?” tanya Baginda masih diliputi perasaan heran.

“Hamba menunggu istana Paduka yang mulia diangkat oleh seluruh rakyat yang hadir untuk diletakkan di atas pundak hamba. Setelah itu hamba tentu akan memindahkan istana Paduka yang mulia ke atas gunung sesuai dengan perintah Paduka.” kata Abu Nawas.

Baginda Raja Harun Al Rasyid terpana. Beliau tidak menyangka Abu Nawas masih bisa terhindar dari hukumannya.