PANGKALPINANG – Polemik kenaikan nilai jual objek pajak (NJOP) oleh Peraturan Walikota Pangkalpinang semakin meluas di masyarakat, tidak hanya pelaku usaha yang sangat keberatan atas diterbitkan peraturan tersebut, namun kalangan tokoh masyarakat dan tokoh agama pun mempertanyakan kebijakan tersebut dikeluarkan saat kondisi ekonomi masyarakat belum pulih akibat pandemi Covid-19.

Ridwan Thalib, salah seorang tokoh masyarakat yang pernah menduduki jabatan anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tiga periode dari daerah pemilihan Kota Pangkalpinang ini sangat menyayangkan dikeluarkannya peraturan tentang kenaikan NJOP yang berimbas pada kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB).

“Walikota tidak punya empati dan cara yang tepat untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Pangkalpinang sekarang ini,” sesalnya dalam rilis yang diterima Global-Satu.com, Sabtu (19/2/2022).

Dalam kondisi pandemi Covid- 19 sekarang, menurut Ridwan, sudah semestinya pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Pangkalpinang mencari solusi dalam memulihkan ekonomi rakyat, khususnya masyarakat kelas bawah dan yang terdampak akibat pandemi.

“Dengan kenaikan PBB berkisar 300 % – 1500 % pukul rata, bukan hanya memberatkan, bahkan mencekik rakyat untuk membayar pajak,” keluh Politisi Partai Gelora ini.

Lebih lanjut Ridwan mengeluhkan kenaikan pembayaran PBB yang sungguh sangat fantastis, dan sangat disesalkan tidak sesuai lagi dengan motto Kota Beribu Senyum.

“Bayangkan saja, ada anggota masyarakat yang sebelumnya bayar PBB hanya Rp.36 ribu, dengan kenaikan sekarang mesti bayar Rp. 700 ribu,” keluhnya lagi.

Oleh karenanya, Ridwan berharap agar Walikota menyadari kekeliruannya, untuk meninjau ulang Perwako ini, agar disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan kemampuan ekonomi masyarakat.

“Harapan kita, kenaikan NJOP dan PBB ini dapat dilakukan bertahap dan berjenjang, bisa 30 – 100 % dulu sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah. Juga ditentukan kategori berdasarkan tingkat lapisan masyarakat, kenaikan untuk masyarakat lapisan bawah tentu berbeda dengan lapisan menengah dan lapisan atas,” harapnya.

Berkenaan peninjauan kembali Peraturan Walikota ini, Ridwan mengusulkan sebaiknya sebelum dikeluarkan, dapat mengundang pihak-pihak kelompok masyarakat lainnya, seperti Asosiasi Pengembang, Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI), Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan unsur-unsur stake holder perumahan dan lainnya.

Di akhir pernyataannya, Ridwan juga meminta Walikota memiliki kepekaan terhadap kritikan, pendapat dan masukan semua kalangan, agar peraturan ini dapat memberikan win win solution bagi semua pihak.

Senada juga disampaikan oleh Tokoh Agama, Ustadz Indra Yasin S. PdI yang juga turut mengkritisi dan memberikan masukan terhadap Peraturan Walikota terkait kenaikan NJOP ini.

“Sebaiknya, pak Wali lebih pro kepentingan rakyat kecil sebelum memberlakukan kebijakan dan aturan, sehingga tidak menjadi preseden buruk seperti sekarang ini,” imbuhnya.

Ustadz Indra Yasin mengutip pendapat Tokoh Intelektual Muslim, Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa konsep pengenaan pajak mesti dibuat rendah agar ekonomi bisa bergerak bagus dan kehidupan sosial politik negara menjadi stabil dan kuat.

“Pajak yang tinggi, apalagi melampaui kemampuan warga sangat berbahaya bagi produktivitas warga. Ujungnya pajak yang tinggi dan luas akan berdampak buruk terhadap kegiatan ekonomi,” demikian masukan ustadz Indra Yasin saat mengutip pendapat tokoh ekonomi Islam Ibnu Khaldun.

Sementara itu, Walikota Pangkalpinang, Maulan Aklil atau Molen masih terus diupayakan konfirmasi terkait polemik kenaikan NJOP ini. (Bmg)