KOTA BEKASI – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bekasi canangkan program rumah Restorative Justice atau rumah keadilan di Kota Bekasi. dipilih menjadi wilayah percontohan penanganan perkara hukum ringan yang diharapkan menyelesaikan segala permasalahan di tengah masyarakat. Khusus wilayah kampung kranggan. Jatirangga. Jatisampurna Kota Bekasi Jawa Barat
Laksmi Indri. Kejari Kota Bekasi dan jajarannya datang langsung ke Rumah Adat Kranggan Atas instruksi Jaksa Agung, yang disambut langsung oleh ketua kasepuhan adat kranggan Olot Kisan, Rabu (23/3/22) Siang.
“Untuk hari ini kami intinya silaturahmi dengan para sesepuh tokoh adat disini dengan Pak Kisan dan sepuh lainnya, hal ini mengenai program rumah restorative Justice yang di kembangkan oleh Kejaksaan RI, sebagaimana diketahui sudah bahwa Jaksa Agung menginstruksikan kepada jajaran seluruh provinsi maupun di seluruh kejaksaan negeri di Indonesia untuk menyelenggarakan atau mengadakan rumah restorative Justice,” ujar Laksmi Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Bekasi
Menurut Kajari, intinya dari Restorative Justice adalah untuk penyelesaian perkara perkara ringan dengan kriteria tertentu yang bisa menyelesaikan diluar proses pengadilan.
Dengan syarat bagi orang yang berhak menerima Restorative Justice yakni tindak pidana untuk baru pertama kali dilakukan, dengan kerugian di bawah Rp 2,5 juta, kemudian korban memaafkan pelakunya.
“Jika memang korban memaafkan dan mungkin kerugiannya sudah digantikan sudah bisa diselesaikan ya sudah selesai dengan surat pernyataan yang ditandatangani oleh para pihak berupa pelaku dan korban serta disaksikan oleh tokoh masyarakat,” Terang Laksmi
Terpisah, Lurah Jatirangga, Ahmad Apandi menyambut baik wilayah Kranggan terpilih sebagai Kelurahan yang menyelenggarakan rumah restorasi Justice atau rumah keadilan dari Kejaksaan Negeri Kota Bekasi.
“Nah kita terpilih karena memang dianggap salah satu wilayah yang masih menjunjung tinggi adat istiadat, jadi ke depan jika ada permasalahan hukum dengan kriteria tertentu, ada 3 kriteria yang pertama tuntutannya dibawah lima tahun kemudian juga kerugiannya dibawah Rp 2.500.000, yang ketiga adalah adanya memaafkan dari si korban,” ungkapnya.
Apandi mengaku bersyukur dengan ada program ini, artinya adat di Jatirangga dengan semakin diakui masyarakat luas bahwa adat di Jatirangga, memang masih terpelihara untuk lebih baik hingga sekarang.
“Dengan adanya program ini bisa membantu mengangkat lagi kebudayaan-kebudayaan yang ada di Jatirangga disini sehingga khusus warga dan masyarakat dari luar secara umum dan luas lebih mengenal jatirangga,” tutup Lurah Jatirangga (Fathir)