Kombes Pol Bogiek menegaskan Indonesia bukan negara yang berazaskan agama dan juga bukan negara sekuler, Indonesia adalah negara yang berketuhanan dengan berazaskan Pancasila dan UUD 45, ini sudah final dan tidak perlu diperdebatkan lagi dan kita sebagai anggota Polri harus menjaganya.

Modus baru aksi teror saat ini adalah menempatkan perempuan dan anak sebagai pelaku aksi teror, sebagaimana yang baru baru saja terjadi di Polres Siantar, Pelaku seorang perempuan yang menabrakan motornya ke kantor SPKT. Kemudian modus lainnya menargetkan rekrutmen milenial yang sedang dalam pencarian jati diri dan identitas, serta infiltrasi dengan menargetkan aparat TNI, Polri dan ASN, dari hal inilah diungkap fenomena internal didalam tubuh Polri oleh Kombes Pol Bogiek yang sudah terdeteksi oleh Densus 88 AT Polri yaitu adanya oknum anggota Polri yang membentuk organisasi atau komunitas intoleran yang mengarah kepada radikalisme, yang sudah masuk kedalam tubuh institusi Polri dengan pintu masuknya lewat kajian kajian agama yang membawa gerakan wahabisme dan salafisme yang membentuk komunitas Polisi Cinta Sunnah yang kemudian bertansformasi menjadi Pembelajaran Cinta Sunnah.

Dibagian akhir ceramahnya Kombes Pol Bogiek menyampaikan beberapa langkah pencegahan penyebaran radikalisme dan terorisme yang dapat diaplikasikan oleh para siswa nanti di lapangan setelah lulus Pendidikan. menutup pemaparannya Kombes Pol Bogiek menyatakan dengan senjata anda bisa melumpuhkan teroris dan dengan Pendidikan anda bisa membunuh terorisme.

Sementara Habib Nuruzzaman, M.Ag menyampaikan tiga hal yang menjadi tantangan serius bangsa Indonesia terkait perkembangan bahaya intoleransi dan radikalisme yaitu, yang pertama kelompok yang mempertanyakan konsensus Kenegaraan / Kebangsaan atau kelompok yang ingin merubah NKRI, Pancasila dan UUD 1945. Kelompok ini terdapat tiga kelompok di Indonesia yaitu Ikhwanul Muslimin yang ingin merubah NKRI menjadi negara Islam, kemudian Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang ingin merubah NKRI menjadi Khilafah serta kelompok Jihadis yaitu NII dan Jamaah islamiah diantaranya.

Habib melanjutkan tantangan yang kedua adalah orang atau kelompok yang menganggap dirinya paling benar dan yang lain salah, yaitu kelompok Wahabi – Salafi, dan yang ketiga adalah Silent Mayority atau kelompok mayoritas diam, tidak bergeming dengan apa yang sedang dihadapi tapi cenderung medukung faham radikal tersebut. Didalam tubuh Polri hal ini tidak boleh terjadi karena akan berpengaruh pada proses penegakan hukum ditengah masyarakat dan cenderung akan membela serta membiarkan kelompoknya berbuat aksi.


Habib menutup ceramahnya dengan dengan semboyan, kalau ada 1000 orang yang ingin mempertahankan NKRI dengan darah dan nyawanya, maka disitu pasti ada saya, Kalau ada 100 orang yang ingin mempertahankan NKRI dengan darah dan nyawa nya, maka disitu pasti ada Saya, Jikalau ada 10 orang yang ingin mempertahankan NKRI dengan darah dan nyawanya, maka disitu pasti ada saya, dan kalaupun hanya 1 orang yang ingin mempertahankan NKRI dengan darah dan nyawanya, maka pasti itu saya, itu yang harus jadi pegangan kita.

Loading