JAKARTA – Tim penyidik Gedung Bundar Kejaksaan Agung (Kejagung) dibawah komando Direktur Penyidikan, (Dirdik) Supardi bergerak cepat untuk mengungkap para pelaku korupsi di PT. Perusanaan Listrik Negara Persero (PLN). Pasalnya, perusahaan plat merah tersebut diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,2 triliun lebih.
Menurut Kapuspenkum Kejagung, Dr. Ketut Sumedana para penyidik Kejagung telah memeriksa saksi berinisial KMK, dia pegawai PT. Indonesia Power. Pemeriksaan itu sangat beralasan untuk melengkapi pemberkasan dan pembuktian.

“Semua untuk membuat terang tindak pidana perkara Penggadaan Tower Transmisi Tahun 2016 pada PT. PLN, ” ujar Kapuspenkum dalam siaran persnya di Jakarta, pada Rabu (27/7/2022).

Skandal di PLN ini, terus bergulir bagaikan bola salju. Pasalnya para penyidik di Kejagung ini telah menyidik kasus dugaan Korupsinya sejak 14 Juli 2022, karena Dirdik Supardi telah meneken surat perintah dimulainya penyidikan, dengan nomor Sprindik: Print-39/F.2/Fd.2/07/2022.

Kapuspenkum Ketut Sumedana menyatakan dugaan terjadinya tindak pidana, karena PLN selalu mengakomodir permintaan dari Asosiasi Pabrikan Tower Indonesia (Aspatindo). Sehingga berpotensi dapat mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT. Bukaka.

“Karena Direktur Operasional PT. Bukaka merangkap sebagai Ketua Aspatindo, ” ujar Kapuspenkum pada Senin (25/7/2022).


Duduk Perkara

Sebelumnya, Kapuspenkum Ketut Sumedana, menjelaskan duduk perkara awal kasus di PT PLN ini terjadi pada tahun 2016. Saat itu PLN memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran pekerjaan Rp. 2.251.592.767.354 rupiah.
“Dalam perjalanannya, Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO) serta 14 Penyedia pengadaan tower pada tahun 2016 telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya. Hal ini dikarenakan jabatan atau kedudukan, dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara,” ujarnya.

Lantas, Dirdik Supardi membentuk tim untuk melakukan penyelidikan, dan hasilnya telah ditemukan peristiwa tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower tahun 2016 di PT. PLN tersebut. Karena ada fakta perbuatan melawan hukum, atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, dan sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan.

“Mereka menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower. Padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016, namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat,” ungkapnya.

Menurut Kapuspenkum PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari ASPATINDO sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka. Karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO.

“PT Bukaka dan 13 Penyedia Tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak Oktober 2016 sampai Oktober 2017, dengan realisasi pekerjaan sebesar 30%., Lalu pada periode November 2017 sampai Mei 2018 penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut memaksa PT PLN melakukan addendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun,” imbuhnya.

Selain itu, kata Kapuspenkum PT PLN dan Penyedia melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi ±10.000 set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, dengan alasan pekerjaan belum selesai.

Oleh karena itu, ungkap Kapuspenkum Dirdik Supardi telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik). Para penyidik telah melakukan serangkaian tindakan penyidikan berupa penggeledahan bertempat di tiga titik lokasi, yaitu PT. Bukaka, rumah dan apartemen pribadi milik SH.

“Dalam kegiatan penggeledahan tersebut, Penyidik memperoleh dokumen dan barang elektronik terkait dugaan tindak pidana dalam pengadaan tower transmisi di PT. PLN. Tim Jaksa Penyidik telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap 12 saksi terkait perkara ini sampai dengan satu minggu ke depan,” pungkasnya. (Amris)

Loading