JAKARTA – Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Febrie Adriansyah telah menyita aset tersangka berinisal SD atau sebut saja dengan Apeng sebesar Rp11,7 triliun. Aset tersebut diduga berasal dari korupsi penguasaan lahan sawit seluas 37.095 hektare.
“Untuk menilai aset yang kami sita, kami akan melibatkan appraisal yang bersertifikat. Tetapi, untuk sementara, informasi awal yang penyidik dapat, tersita aset Rp11,7 triliun. Nanti akan kami konfirmasi kembali lebih lanjutnya,” ujar Febrie kepada wartawan pada Selasa (30/8/2022).
Perkiraan tersebut diperoleh dari aset yang telah disita, ungkap Febrie seraya menyatakan pihaknya juga telah menyita 40 bidang tanah yang tersebar di Jakarta, Riau, dan Jambi. Selain itu ada juga 6 pabrik kelapa sawit yang berada di Jambi, Riau, dan Kalimantan Barat serta 6 gedung yang bernilai tinggi di Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, 3 apartemen di Jakarta, 2 hotel di Bali, dan 1 unit helikopter.
“Uang yang disita oleh penyidik, yang kami serahkan tadi ke rekening penampungan sementara di Mandiri, itu nilainya Rp5.291.848.121.119. Seperti yang kami tampilkan, ini Rp5 triliun lebih, kemudian dolar AS ada 11 juta sekian dolar AS, kemudian ada 646,04 dolar Singapura,” ungkapnya.
Pasalnya lanjut Febrie Ada juga sejumlah aset yang belum dinilai, yakni 4 unit kapal yang disita di Batam dan Palembang.
“Intinya, rekan-rekan penyidik masih menyelesaikan pemberkasan dan kita lihat nanti perkembangannya terhadap perkara ini,” ucapnya.
Oleh sebeb itu imbuh Febrie telah terjadi perubahan pada perhitungan kerugian negara, baik kerugian keuangan negara maupun kerugian perekonomian negara.
“Ada dua sisi kerugian negara yang dihitung, yakni dari perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit Duta Palma,” imbuhnya.
Febrie menjelaskan bahwa awalnya penyidik menyampaikan kerugian negara kasus ini Rp78 triliun. Namun, sekarang sudah perhitungan hasil yang diserahkan kepada penyidik dari BPKP itu kerugian negara Rp4,9 triliun untuk keuangan, untuk kerugian perekonomian negara senilai Rp99,2 triliun.
“Sehingga nilai ini ada perubahan dari awal penyidik temukan, demikian juga jumlah kerugian negara dan kerugian perekonomian negara dalam kasus SD tersebut meningkat dari Rp.78 triliun menjadi Rp104,1 triliun,” pungkasnya. (Amris)