banner 728x250

FH Universitas Indonesia Lakukan Edukasi Terhadap Santri

Pengmas FH UI Santri Pangkal Pinang 2.jpeg
Pengmas FH UI Santri Pangkal Pinang 1.jpeg
Pengmas FH UI Santri Pangkal Pinang 3.jpeg

PANGKALPINANG – Santri sebagaimana siswa sekolah haruslah memiliki perlindungan hukum dan terlindung dari kekerasan fisik. Karena itulah, Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) melaksanakan program pengabdian masyarakat untuk mengedukasi hal tersebut.

Kegiatan dengan tema ‘Edukasi Pencegahan Kekerasan Fisik & Perlindungan Hukum Terhadap Santri Pondok Pesantren di Indonesia’ ini dilakukan di Pondok Pesantren Darul Ilmi yang berada di Pangkal Pinang, kepulauan Bangka Belitung.

Dalam sambutannya beberapa waktu lalu, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ilmi menjelaskan bahwa banyak pemberitaan dan informasi-informasi yang beredar di media belakangan ini yang membuat dirinya resah.

“Telah banyak kyai atau santri senior yang di penjara karena memukul santri lain yang bermasalah atas dasar cara mendidik. Sehingga kami di sini bingung harus menerapkan metode pendidikan yang seperti apa,” ujar KH. Muhammad Ghofi Kurniawan, Lc.

Karena itulah, dia berharap dengan edukasi yang baik pihak pesantren bisa mendapat solusi terkait persoalan tersebut dan pihak pesantren menjadi tahu batas-batas dan hak-hak yang dimiliki oleh santri.

Hal senada juga diungkapkan oleh Dosen Agama Islam di Universitas Bangka Belitung, Ustaz H. Muhammad Kurnia, Lc., M.Ag. yang mengatakan bahwa pukulan, mencubit, merendam tubuh anak dalam air, mengurung, dan hukuman-hukuman yang dibuat untuk merendahkan seperti menggunakan kerudung merah bagi perempuan, serta disuruh berdiri tanah lapang merupakan hukuman-hukuman yang sering diterapkan di pondok pesantren. 

“Saya dulu pernah melihat santri yang dihukum, namun justru tak terlihat mereka jera dengan hukuman yang diberikan, maka perlu ada upaya lain untuk mendidik yang membuat santri menjadi lebih baik kembali,” tambahnya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dr. Eva Achjani Zulfa S.H. yang juga menjadi narasumber pada kegiatan tersebut pun menjelaskan bila berdasarkan doktrin in loco parentis yang berarti otoritas guru merupakan delegasi kekuasaaan dari orang tua, maka guru (kyai) memiliki hak dalam mendidik muridnya. 

Hak tersebut, lanjut Dr. Eva, didapatkan guru akibat adanya consensual relationship di antara orang tua dan guru sehingga pemberian hukuman yang dilakukan oleh guru dapat dibenarkan apabila hukuman diberikan secara wajar dan berguna dalam mendidik dan mendisiplinkan anak.

Dr. Eva lalu memaparkan kalau terdapat banyak putusan pengadilan yang membenarkan tindakan guru memberikan hukuman pada anak seperti pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 2024 K/Pid.Sus/2009, tentang putusan yang membenarkan seorang guru sekolah dasar yang menampar dengan tangan kiri pipi kanan murid. 

“Namun sebelum memberi hukuman, catatan penting yang harus diperhatikan oleh para guru (kyai) dalam memberikan hukuman adalah memperhatikan aspek proporsionalnya, yakni psikis anak (santri), alasan pemberian hukuman, dampak positif yang muncul akibat hukuman yang diberikan, serta hukuman jangan sampai menimbulkan rasa dendam pada anak (santri),” jelas Dr. Eva.

Selain pada tenaga pendidik, edukasi terkait perlindungan terhadap santri juga harus disosialisasi ke peserta didik. Sebab sering kali kekerasan bukan hanya dilakukan oleh guru saja, namun kadang dilakukan oleh sesama teman bermain sehingga perlu diperkenalkan tentang konsep “Be a Buddy Not a Bully” yang mengajarkan bahwa teman tidak boleh merundung temannya. 

“Ta’dib Laisa Ta’dzib, mendidik bukan menganiaya,” pesan Dr. Eva.

Untuk memperkuat pemahaman, pada kesempatan ini Fakultas Hukum Universitas Indonesia juga melakukan pembagian buku saku sebagai pedoman, dan pin kepada para peserta yang ditutup dengan prosesi penyerahan cinderamata dari kedua belah pihak.  (*)

banner 728x250