JAKARTA – Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta bersama dengan Komisi III DPR RI mengadakan kegiatan penerangan dan penyuluhan hukum kepada 200 siswa/i perwakilan dari 25 sekolah SMA dan SMK Negeri maupun Swasta di wilayah Jakarta Timur. Penyuluhan hukum tersebut berlangsung di SMA Negeri 31 Jakarta, pada Selasa (8/8/2023).
Asisten Intelijen Kejati DKI Jakarta Setiawan Budi Cahyono, S.H., M.Hum menyatakan kegiatan Jaksa Masuk Sekolah (JMS) yang dilaksanakan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta bersama Komisi III DPR RI ini bukan yang pertama kalinya. Karena kegiatan ini menjadi kegiatan rutin dan utama yang dilaksanakan antara DPR RI selaku pembuat undang-undang dan Kejaksaan selaku bagian dari pelaksana undang-undang.
Tujuan JMS ini kata Setiawan Budi untuk mengenalkan hukum kepada para generasi muda khususnya para remaja sekolah dan program ini merupakan salah satu amanat undang-undang dan juga menjadi tanggung jawab kita bersama dalam upaya mencerdaskan generasi bangsa.
Sehingga berbekal pengetahuan akan hukum, diharapkan nantinya generasi muda Indonesia khususnya yang ada diwilayah Jakarta dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan yang dapat melanggar hukum. Berdasarkan hal itu JMS kali ini mengusung tema, menyongsong masa depan dengan mengenal hukum.
“Maksud dan tujuan kami dalam mengusung tema ini agar generasi muda khususnya para pelajar, sejak dini mengenal hukum, sehingga kedepannya dapat berhati-hati dalam bertindak karena telah terlebih dahulu diberikan pemahaman akan hukum. Sub Tema yang kami angkat dalam kegiatan ini adalah tentang Undang-Undang Informasi & Transaksi Elektronik yang menarik untuk kita pahami karena aturan ini sedang marak terjadi ditengah masyarakat,” ujar Setiawan Budi.
Selanjutnya kegiatan dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Dr. Reda Manthovani dan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Dr. H. Habiburokhman, S.H., M.H., yang menjelaskan tentang Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kajati DKI Jakarta Dr. Reda Manthovani, menyampaikan Penggunaan media sosial (Sosmed) tak mengenal tempat dan waktu, sepanjang anda memegang smartphone, maka itu pula anda dapat dengan mudah berselancar di dunia maya. Semudah menyentuh layar smartphone, anda sudah masuk ke dalam dunia sosmed. Tak saja kalangan dewasa, anak sekolah pun kini ‘dibekali’ smartphone oleh orang tuanya.
“Sejak 2008, babak baru dimulai dalam dunia hukum Indonesia. Soalnya, mulai diberlakukannya UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), aturan ini kemudian di rubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016,” ujarnya.
Menurut Reda aturan ini mengatur tentang segala bentuk aktivitas terkait dengan elektronik. Nah, didalamnya tercantum juga sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana yang berkaitan dengan kejahatan Informasi dan teknologi.
“Sejatinya sosmed, amatlah bermanfaat. Namun juga memiliki mudaratnya. Ironisnya, dapat menjadi sumber malapetaka bagi sebagian orang yang menyalahgunakannya,” jelasnya.
Dampak media sosial ungkap Reda salah satunya kasus Adam Deni yang terbukti menyebarkan kuitansi pembelian sepeda milik politikus Ahmad Sahroni, kasus Edy Mulyadi yang kita kenal dengan kasus “Kalimantan Tempat Jin Buang Anak” serta kasus dari Roy Suryo yang menyebarkan “meme stupa Presiden Jokowi”.
“Kasus-kasus tersebut semuanya disebar ulang oleh “jari jemari” yang rajin namun malas konfirmasi atas kebenarannya atau tanpa persetujuan dari orang yang akan dirugikan,” ungkapnya.
Lebih lanjut Reda menjelaskan pasal pemidanaan terkait penggunaan medsos adalah meliputi Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 45. Impelementasi dari UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 selanjutnya diperkuat dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri masing-masing No.229, 154, dan KB/2/VI Tahun 2022. SKB ini memfokuskan beberapa Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 27 ayat (3), Pasal 27 ayat (4), Pasal 28 ayat (1), Pasal 28 ayat (2), Pasal 29, dan Pasal 36.
“Fungsi sosmed merupakan berkah bagi kehidupan manusia. Hal itu dikarenakan dapat menghubungkan persahabatan /pertemanan dari jarak jauh. Namun disisi lain, dampak negatif yang dihasilkan dari penggunaan sosmed yang tidak bertanggungjawab, dapat berujung ke jalur pidana maupun perdata. Gunakan Medsos seperlunya untuk hal-hal yang positif dan crosscheck terlebih dahulu pesan berantai yang masuk ke medsos kita dan jangan gegabah untuk langsung diforward karena resikonya penjara dan akibat dari info atau berita medsos juga dapat mengendalikan pikiran, jiwa dan raga ke arah baik atau buruk.” jelasnya.
Media Sosial
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Dr. H. Habiburokhman, S.H., M.H., menyatakan seperti yang sudah disampaikan oleh Kajati DKI Jakarta soal UU ITE intinya siswa/i bermedia sosial tidak jauh berbeda dengan hidup di dunia nyata sebagaimana diajarkan agama, guru, dan orang tua bahwa di kehidupan nyata kita harus sopan maka dari itu di media sosial juga kita harus sopan.
Kalau di dunia nyata kita harus menghormati orang lain itu juga berlaku di media sosial, dan juga kita tidak boleh menyebar fitnah karena teknologi terkadang kita bicara spontan tanpa edit terlebih dahulu sehingga tersebar ke seluruh dunia yang berakibat hukum sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang ITE.
“Saya berharap siswa siswi generasi penerus bangsa ini jangan sampai berurusan dengan hukum,” pungkas Habiburokhman.
Dalam acara tersebut, berlangsung secara interaktif dengan sesi tanya jawab seputar sanksi yang diberikan. Setelah itu ditutup dengan foto bersama. (Amris)