LANGSA – Ketua DPW Lembaga Swadaya Masyarakat Suara Putra Aceh (LSM-SPA), Baihaqi, mengungkapkan pandangannya terhadap pemberlakuan larangan operasional bagi pelaku usaha warung kopi dan kafe di Aceh setelah pukul 00.00 Wib. Pernyataannya, yang diutarakan kepada wartawan di Langsa pada Rabu (9/8), memperlihatkan perpecahan dalam pandangan masyarakat terhadap langkah pemerintah Aceh dalam memperkuat pelaksanaan syari’at Islam.
Baihaqi mendukung penuh penguatan dan peningkatan pelaksanaan syari’at Islam di Aceh, sejalan dengan amanah undang-undang nomor 11 tahun 2006. Namun, pandangan positif ini memiliki pengecualian, yaitu terkait Point (d) nomor 3 dalam surat edaran (SE) yang dikeluarkan oleh Pejabat Gubernur Aceh, Achmad Marzuki, yang mengatur larangan beroperasi bagi warung kopi dan kafe setelah pukul 00.00 Wib.
Menurut Baihaqi, larangan tersebut akan berdampak langsung pada merosotnya pendapatan masyarakat yang bergerak dalam bidang usaha warung kopi dan kafe di seluruh penjuru Aceh. Ia menyatakan keprihatinan atas situasi sulit yang dihadapi masyarakat akibat pandemi Covid-19 dan berpendapat bahwa pemerintah Aceh seharusnya memikirkan solusi bagi pemulihan ekonomi masyarakat.
“Kita mendukung penegakan syari’at Islam yang komprehensif di Aceh, tetapi dalam mengambil kebijakan, harus mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat. Pemberlakuan larangan ini justru akan membuat pelaku usaha merasa terjepit dalam situasi ekonomi yang sulit,” tegas Baihaqi.
Ketua DPW LSM-SPA mengungkapkan kegelisahannya terhadap dampak sosial dan ekonomi yang mungkin terjadi akibat larangan tersebut. Ia memohon agar poin nomor 3 dalam surat edaran tersebut ditinjau ulang. “Kontroversi ini semakin memanaskan perdebatan mengenai penguatan syari’at Islam dan dampaknya pada kehidupan sehari-hari masyarakat di Aceh,” pungakas Baihaqi. (hi)