JAKARTA – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat (Pabar) kembali menahan seorang tersangka berinisial ARL. Setelah sebelumnya ARL ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi anggaran Sekretariat Dewan Pimpinan Rakyat Daerah (DPRD) Papua Barat senilai Rp.4,38 miliar.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Pabar Abun Hasbullah Syambas menyatakan tersangka ARL merupakan pemilik dua perusahaan yang bekerja sama dengan tersangka FKM mantan Sekretaris DPRD Papua Barat yang sudah terlebih dahulu ditahan.

Kala itu, tersangka ARL mengajukan dokumen pencairan senilai Rp.2,2 miliar lebih atas beberapa item pekerjaan seperti pemeliharaan sekretariat, belanja bahan pembersih, konsumsi pimpinan dan anggota dewan serta tamu.

“ARL bekerja sama dengan FKM yang telah ditahan sebelumnya. Anggaran itu sudah dicairkan, nyatanya pekerjaan tersebut tidak dilakukan,” ujarnya kepada Beritaglobal-Indonesia.com via Whatsaap di Jakarta pada Selasa (22/8/2023).

Menurut Abun, tersangka ARL ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Manokwari selama 20 hari ke depan. Karena sembari menunggu penyidik kejaksaan merampungkan berkas perkara.

“Setelah berkas perkara rampung, tersangka ARL akan dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Manokwari untuk disidangankan,” ungkap Abun seraya mengatakan untuk tersangka FKM saat ini berkas perkaranya akan rampung, lalu dilimpahkan ke pengadilan.

Sekertaris DPRD Pabar

Sebelumnya, Kejati Pabar juga telah menahan FKM mantan Sekretaris DPRD Pabar pada Kamis (27/7) silam. Ia diduga melakukan penyalahgunaan anggaran pemeliharaan yang bersumber dari APBD Perubahan Provinsi Papua Barat tahun 2021.

Menurut Abun Hasbullah kala itu, tersangka FKM menggunakan strategi pemecahan paket pekerjaan menjadi tujuh bagian guna menghindari mekanisme pelelangan yang semestinya diterapkan.

Tersangka FKM kemudian menggunakan profil perusahaan penyedia jasa milik ARL selaku pihak ketiga untuk memenangkan tujuh paket pekerjaan tersebut.

“Penyedia jasa tidak diverifikasi. Setelah dana cair ke rekening penyedia jasa, uang itu langsung diserahkan ke tersangka. Jadi tersangka hanya pinjam bendera perusahaan lain,” ujar Abun.

Selain itu kata Abun tersangka FKM melibatkan sejumlah staf dan petugas keamanan (satpam) di Sekretariat DPR Papua Barat untuk melaksanakan pekerjaan pemeliharaan halaman kantor.

“Pelaksanaan tujuh paket pekerjaan itu baru dimulai tahun 2022. Padahal anggarannya sudah dicairkan dan diterima tersangka FKM setahun sebelumnya,” jelasnya.

Menurut Abun penyidik kejaksaan menjerat tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, juncto Pasal 55 ayat (1 ke 1) subsider Pasal 3 KUH Pidana. (Amris)