JAKARTA – Tim Jaksa Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bontang melakukan penyitaan dua aset tanah dan bangunan milik tersangka SHA, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan atau pembebasan lahan untuk akses menuju Bandara Kota Bontang tahun 2012.
Kasi Intel Kejari Bontang Danang Leksono Wibowo mengatakan penyitaan tanah dan bangunan milik tersangka SHA ini dilakukan di dua tempat berbeda.
Pertama, satu bidang tanah dan bangunan seluas 544 meter persegi, di Jalan Brigjen KatamsoNo 29 Gg. Panti Asuhan Aisyah, Kelurahan Belimbing, Kecamatan Bontang Barat, Kota Bontang.
Selain itu, lanjut Danang, yang kedua sebidang tanah dan bangunan seluas 1.471 meter persegi di Jalan Soekarno Hatta Ex. Flores No. 96, Kelurahan Gunung Telihan, Kecamatan Bontang Barat, Kota Bontang.
“Penyitaan ini dilakukan dalam rangka penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam kegiatan Pengadaan/ Pembebasan Lahan untuk Akses Menuju Bandara Kota Bontang pada Tahun 2012 di Kelurahan Bontang Lestari, Kecamatan Bontang Selatan, Kota Bontang,” ujar Danang dalam siaran tertulisnya di Jakarta pada Jumat (1/9/2023).
Menurut Danang tim Penyidik Kejari Bontang tiba dan menyambangi kediaman istri dan mantunya yaitu saksi Sri Wahyuni serta Saksi Sayid Rijal dengan membawa Surat Izin Penetapan Penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Bontang dan Surat Perintah Penyitaan dari Kepala Kejaksaan Negeri Bontang, Samsul Arief SH. MH.
“Dalam penyitaan tersebut disaksikan oleh perangkat setempat yaitu, Ketua RT43, Ahmad Dasa, Ketua RT 25, Clemens, Lurah Belimbing yang diwakili oleh M. Yahya, Lurah Gunung Telihan, M. Cholid, Babinsa dan Bhabinkamtibmas Gunung Telihan, Babinsa dan Bhabinkamtibmas Belimbing,” ungkapnya.
Lebuh lanjut Danang menjelaskan bahwa dugaan tindak pidana korupsi terhadap pengadaan lahan untuk akses menuju bandara kota bontang pada tahun 2012 di Rt.11 Kelurahan Bontang Lestari Kecamatan Bontang selatan kota bontang ini dilakukan oleh Mafia Tanah Yaitu H. Husein Assegaf dan Marmin selaku kuasa tanah yang tidak membayarkan harga tanah sebesar Rp.85 ribu permeter. Melainkan seharga Rp 35 ribu dengan total anggaran sebesar Rp.10.747.655.000,-
“Akibat daripada perbuatannya tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara sebesar Rp.5.256.958.100. Hal ini berdasarkan hasil penghitungan Kerugian Keuangan Negara yang dilakukan oleh ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Propinsi Kalimantan Timur,” jelasnya.
Berdasarkan Surat Nomor: SR-483/PW17/5/2019 tanggal 30 Desember 2019, ungkap Danang dimana nantinya penyitaan terhadap benda/ barang berupa tanah dapat dipertimbangkan sebagai Uang Penganti(UP) sebagaimana dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi guna sebagai pemulihan keuangan negara nantinya.
“Bahwa atas dasar tersebut, tujuan dari penyitaan aset tersangka SHA ini adalah untuk mengumpulkan bukti-bukti yang di yakini dapat memperkuat pembuktian dalam penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi tersebut,” ungkapnya.
Atas dari perbuatan tersangka SHA ini, dijerat dengan pasal yang disangkakan adalah Pasal 2, Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (Amris)