JAKARTA– Perkara dugaan suap yang dilakukan terdakwa Mulsunadi Gunawan kepada mantan Kepala Basarnas Henri Alfiandi kini sudah memasuki agenda pledoi (Pembelaan) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Senin (18/12/2023).

Pasalnya, menurut kuasa hukum Mulsunadi, Juniver Girsang, hal tersebut lazim dilakukan bagi para kontraktor bisnis di Basarnas.

“Itu (pemberian suap) merupakan kelaziman dalam Basarnas, kalau proyek sudah selesai. Jadi kalau disebut kami mempengaruhi pejabat untuk diberikan proyek adalah tidak benar,” ujar Juniver Girsang kepada wartawan usai pembacaan pledoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/12/2023).


Sebab jika seorang pengusaha meminta proyek di Basarnar, menurut Juniver sudah barang tentu menjanjikan. “Dan kami buktikan bahwa kami mendapatkan proyek tidak menjanjikan sesuatu akan tetapi melalui prosedur,” jelasnya.

Akan tetapi setelah selesai proyek, kami diminta dana komando karena merupakan kelaziman. Kalau tidak memberikan sesuatu, perusahaan kami akan dibuat kondite yang tidak baik.

Terkait hal itu, Juniver mempertanyakan kepada petugas KPK, kenapa tidak memproses semua pengusaha yang telah memberikan suap pada periode 2021-2023 saat Kepala Basarnas Henri Alfiandi?

“Kenapa KPK tidak menarik semua peserta yang telah memberikan itu (uang). Kenapa hanya kami saja yang ditangkap?” tandas Juniver Girsang.

Berdasarkan hal itu, siapa Mulsunadi Gunawan? Informasi tentang profil Mulsunadi Gunawan masih sangat terbatas. Dia merupakan seorang pengusaha yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS).

Pasalnya, pada Selasa (25/7/2023) lalu, KPK berhasil meringkus 11 orang dan secara resmi menetapkan 5 orang tersangka pada keesokan harinya.

Selain Mulsunadi Gunawan, 4 orang lain yang ditetapkan sebagai tersangka yaitu Kepala Basarnas periode 2021-2023 Henri Alfiandi, Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto, Direktur Utama (Dirut) PT Intertekno Grafika Sejati (IGS) Marilya, dan Dirut PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.

Adapun KPK telah menahan dua orang tersangka yakni Marilya dan Roni Aidil. Sedangkan Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto sebagai penerima suap untuk proses hukumnya dialihkan kepada Puspom Mabes TNI.

Henri Alfiandi lewat tangan kanannya yaitu Afri Budi Cahyanto diduga memperoleh uang sebesar Rp88,3 miliar dari beberapa proyek Basarnas mulai tahun 2021 hingga 2023.

Purnawirawan TNI-AU itu diduga menerima uang sejumlah Rp5.099.700.000 yang merupakan fee 10 persen dari total tiga proyek pengadaan pada tahun 2023.

Ketiga proyek pengadaan tersebut adalah peralatan untuk mendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak sebesar Rp9,9 miliar, Public Safety Diving Equipment dengan nilai kontrak sejumlah Rp17,4 miliar, serta ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak sebesar Rp89,9 miliar.

Sementara itu, terkait teknis penyerahan uang yaitu Mulsunadi Gunawan meminta Marilya untuk menyiapkan dan memberikan uang secara tunai sejumlah Rp999,7 juta di tempat parkir salah satu bank yang ada di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur.

Kemudian lewat aplikasi bank, Roni Aidil memberikan uang sebesar Rp4,1 miliar. Lalu perusahaan Mulsunadi Gunawan dan Marilya diputuskan menjadi pemenang dalam tender untuk proyek pengadaan peralatan untuk mendeteksi korban reruntuhan tahun anggaran (TA) 2023, setelah pemberian uang suap tersebut.

Dan perusahaan Roni Aidil menjadi pemenang dalam tender untuk 2 proyek pengadaan lainnya yaitu Public Safety Diving Equipment dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (multiyears 2023-2024).

Sebagai pemberi suap Mulsunadi Gunawan, Marilya, dan Roni Aidil dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). (Amris)

Loading