JAKARTA — Berpotensi terjerat perkara korupsi dan menunggak kewajiban pembayaran e-PNBP 2019-2022 sebesar Rp. 22,5 milyar, Ditjen Minerba diminta menolak pengajuan RKAB PT. Sumber Rejeki Ekonomi (SRE), perusahaan tambang batubara yang berlokasi di Kab. Barito Utara, Kalimantan Tengah.
Menurut Ketua Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), A. Saefudin, pertimbangan lainnya, Direktur dan pemilik 99% saham PT. SRE berinisial PHK berdasarkan Akte No 21 yang diterbitkan Notaris Adeline Wijaya, SH, M.Kn di Kota Malang, tanggal 14 Maret 2023 itu potential suspect mejadi tersangka dalam kasus pidana pencaplokan tambang PT. Skyland Energi Power (SEP), dengan modus pemalsuan akte, sesuai Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sp.Sidik/323.2a-Subdit I/I/2023/Dit Tipidum tertanggal 19 Januari 2023.
“Kasus ini merupakan praktek mafia tambang yang merusak iklim investasi. Pelaku kerap menjual-jual nama Nahdlatul Ulama untuk “mengintimidasi” pejabat termasuk dilingkungan Minerba. Sedangkan di Bareskrim Polri, ia telah memperalat Bendahara Umum organisasi keagamaan terbesar di Indonesia itu untuk merintangi penyidikan agar selamat dari ancaman jeratan pidana,” ujar Saefudin dalam siaran tertulis di Jakarta, pada Jumat (2/2/2024 ).
“Sebelumnya PHK terlilit kasus dugaan penipuan sebesar Rp.20 milyar, sebagaimana LP No: LBP/750/IX/2020/UM/SPKT tanggal 25 September 2020 atas nama pelapor Christeven Mergonato (Kopi Kapal Api) dan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No: Sp.Sidik/712/VIII/RES.1.11/2021/Ditreskrimum Polda Jawa Timur tanggal 19 Agustus 2021,” jelasnya.
Sedangkan terkait perkara korupsi, lanjut Saefudin bermula ketika pada tanggal 30 Agustus 2013, PT. SRE menandatangani Perjanjian Jual Beli Batubara dengan PT. PLN Batubara, Nomor: 098/PJ/DIRPLNBB/2013, sebanyak 100.000 metric ton, dengan harga Rp. 388.000,- per MT, FOB Tongkang di Jetty Terminal Kalimantan Selatan, berdasarkan IUP OP Nomor: 188.45/410/2010 tanggal 21 Oktober 2010 yang diterbitkan Bupati Barito Utara atas nama PT. SRE .
Setelah itu, PT. PLN Batubara melakukan pembayaran kepada PT. SRE pada tanggal 11 September 2013, melalui Bank Bukopin senilai Rp.15.900.000.000, sebagai uang muka, dan sesuai permintaan pembayaran Nomor: 001/SRE/IX/2013 tertanggal 4 September 2013, dan senilai Rp. 11.945.239.017, sesuai Surat Permintaan Pembayaran Nomor: 015/SRE/X/2014 tertanggal 27 Oktober 2014, tapi PT. SRE tidak berkemampuan mensupply batubara sesuai yang dijanjikan.
“Sehingga negara dalam hal ini PT. PLN Batubara diduga dirugikan sebesar Rp. 15.721.300.310, dan berpotensi menjadi perkara korupsi,” ungkapnya.
DIDUGA MAFIA TAMBANG
Dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/0181/IV/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 14 April 2022 tersebut, PHK bersama-sama DS diduga telah menyuruh Notaris Sugeng Purnawan, SH di Kab. Bogor untuk membuat akte No. 1036 tanggal 30 Maret 2022 yang didalamnya terdapat keterangan palsu yang pada pokoknya dinyatakan, Akta Pernyataan Keputusan RUPS PT. SEP No. 29 yang diterbitkan Notaris Raden Mas Soediarto Soenarto di Kota Jakarta Pusat tanggal 25 Juni 2012 telah dibatalkan berdasarkan putusan PN Jakarta Pusat No: 471/PDT.G/2014/PN.JKT.PST tanggal 15 September 2015. Padahal pada kenyataannya, dalam amar putusan tidak terdapat pembatalan akte nomor 29 tersebut.
Selain itu, imbuh Saefudin PHK diduga melakukan pidana pemalsuan surat dan/atau menempatkan keterangan palsu dalam akta authentik dengan mens rea pencaplokan tambang batubara PT. SEP dari pemiliknya yang sah bernama Edy, sebagaimana yang dimaksud pasal 263 ayat (1) dan/atau Pasal 264 KUHP dan/atau Pasal 266 dan/atau Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
“Berdasarkan bukti akte No. 1036 tanggal 30 Maret 2022, para pelaku yang sama membuat pula akte nomor: 1045 tanggal 30 Maret 2022, yang juga menempatkan keterangan palsu, bahwa Amin telah menjual sahamnya di PT. SEP kepada PT. Bumi Bentang Alam (BBA) sebanyak 350 lembar dan kepada DS sebanyak 150 lembar,” imbuhnya.
Dengan Susunan Pengurus: Ir. Abraham Arief sebagai Direktur Utama, Yulius Aho sebagai Direktur, dan Pangestu Hari Kosasih selaku Komisaris. Padahal sejatinya Amin tidak pernah tercatat memiliki saham di dalam PT. SEP.
Namun, ungkap Saefudin sejak tanggal 25 Juni 2012 berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan RUPS PT. SEP No: 29 yang diterbitkan Notaris Raden Mas Soediarto Soenarto di Kota Jakarta Pusat, Amin sudah keluar dari PT. SEP.
“Dalam membuat akte tersebut Amin mengawali keterangan palsunya, yang pada pokoknya menyatakan Akte No. 29 telah dibatalkan. Padahal tidak ada putusan pengadilan yang membatalkan Akte No. 29 tersebut,” ungkapnya.
Pada tanggal 27 Januari 2023, para pelaku melanjutkan kejahatannya dengan membuat akte Perubahan AD/Perubahan Pengurus dan Pemegang Saham PT. SEP sebagaimana Akte Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Pengurus dan Pemegang Saham PT. SEP No. 937 yang diterbitkan Notaris Sugeng Purnawan, SH di Kab. Bogor, Nomor SK Pengesahan: AHU-0005690.AH.01.02.Tahun 2023 tangal 27 Januari 2023.
Pengurus dan Pemegang saham berdasarkan akte No. 937 tersebut, adalah: PT. BBA sebanyak 350 lembar saham dan DS sebanyak 150 lembar saham. Duduk sebagai Direktur Utama: Ir. Abraham Arief, Yulius Aho, Direktur, dan Pangestu Hari Kosasih sebagai Komisaris.
“Kejahatan ini terkonfirmasi sebagai bentuk mafia tambang yang sudah berulangkali dilakukan,” pungkasnya. (Amris)