PALU – Terkait kasus dugaan penggelapan pembayaran dana ganti rugi lahan PT. Stardust Estate Investment (SEI) untuk lokasi pertambangan nikel di Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah yang ditengarai dilakukan Tim Pembebasan Lahan bentukan kepala desa, mendapat reaksi dari oknum kepala desa berinisial CL yang berencana akan membuka kembali pertemuan dengan para pemilik lahan dalam waktu dekat.

Informasi itu diungkap Alamsyah Loliwu kepada Berita Global Indonesia, Sabtu (17/02/2024), memalui sambungan telepon yang mengaku telah dihubungi CL selaku kepala desa. Hanya saja, pertemuan yang diagendakan oknum kepala desa itu, bertujuan untuk mencocokan kembali data lahan warga yang saat ini justru sudah “diobok-obok” perusahaan menjadi areal pertambangannya.

Langkah kepala desa itu oleh Dr. Johnny Salam, S.H., M.H. selaku tim kuasa hukum warga Desa Bunta, Ahad (18/02/2024) dinilai merupakan langkah mundur dan hanya mencari-cari alasan saja serta diduga hanya mengalihkan persoalan dari tuntutan warganya yang mendesak untuk segera dibayarkan harga ganti rugi lahannya yang diyakini sudah dibayarkan oleh PT. SEI melalui tim lahan bentukan CL.

Saat ini menurut Johnny Salam, jika CL kembali akan membuka pertemuan dengan pemilik lahan dengan agenda mencocokan data lahan, maka hal itu sama dengan melakukan verifikasi data kembali, sebagaimana telah dilakukan tim lahan beberapa waktu lalu. Padahal, lanjut mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Tadulako itu, sudah terbukti ada dua orang pemilik lahan pada lokasi dan hamparan yang sama telah menerima panjar harga pembebasan lahan dari tim lahan sendiri yang dibayarkan langsung oleh YK. “Masing-masing kepada Masani yang diterima kakak iparnya bernama Oderman Lapasila dan kepada Alamsyah Loliwu. Keduanya masing-masing menerima nominal pembayaran sebanyak IDR 300 juta yang dihargai sebagai panjar yang akan disusul dengan pembayaran pelunasan,” ungkap Johnny Salam.

Johnny Salam yang juga merupakan salah seorang Pembina Laskar Brigade Manguni Provinsi Sulawesi Tengah mendesak, jika memang pembayaran ganti rugi itu, tidak bisa direalisasikan secepatnya, maka sebaiknya tim lahan segera mengembalikan ke-14 dokumen lahan asli yang telah diserahkan mantan Kepala Desa Bunta, Alfred Pantilu kepadanya mewakili para pemilik lahan itu. Sebab, tambah Johnny, jika hal itu pun tidak dilakukan, maka tindakan tim lahan itu merupakan suatu tindak pidana juga, yakni menggelapkan dokumen lahan orang lain yang secara sah berada pada dirinya. Terkait dengan penyerahan itu, Alfred Pantilu dikabarkan bersedia untuk memberi kesaksian hal itu, baik di luar maupun di dalam pengadilan.

Dari sumber yang diutarakan pada Berita Global Indonesia di Desa Bunta mengungkapkan, sesungguhnya sebagian besar dari ke-14 dokumen asli lahan itu, sudah diserahkan tim lahan kepada PT. SEI untuk dibayarkan ganti ruginya, diantarnya lahan atas nama Maichel, Leliarce, Aprinaus Kelo, Lindorce, Arman, dan Alamsyah, yang alas haknya berdasarkan Surat Penyerahan Lahan (SPL) yang juga disertai dengan Gambar Situasi Tanah yang dibuat dan dikeluarkan puluhan tahun lalu oleh pejabat berwenang, namun sampai saat ini sama sekali tidak menerima pembayaran ganti rugi.
Padahal, lanjut sumber itu, dokumen serupa juga sama dengan yang dimiliki oleh Masani dan Alamsyah yang sudah menerima panjar ganti rugi sebanyak IDR 600 juta untuk dua nama itu. Bahkan, lahan kedua orang tersebut, justru sama-sama berasal dari lahan milik Yames Adoe berdasarkan surat penyerahan yang dibuat beberapa tahun silam.

“Jika ada alasan dan dalih CL yang menyatakan bahwa ada lahan yang tumpeng tindih, sesungguhnya keterangan itu hanya upaya CL saja untuk menghindar dari desakan warga yang seyogianya harus dilindungan olehnya selaku kepala desa,” ujarnya.

Sementara itu, Aprianus Kelo, sebagai salah seorang pemilik lahan yang belum menerima pembayaran ganti rugi, kembali mengingatkan kepada seluruh oknum yang terlibat dalam dugaan penggelapan pembayaran ganti rugi 14 orang pemilik lahan di Desa Bunta untuk segera memberikan hak para pemilik lahan itu, jika tidak mau berhadapan dengan proses hukum. Sebab lanjut Aprianus, apa bedanya lahan milik dia dengan lahan milik Masani dan Alamsyah yang sudah dibayarkan panjar pembebasan lahannya.

Aprianus juga mempertanyakan sikap CL selaku Kepala Desa Bunta, yang telah berjanji beberapa waktu lalu untuk mengganti lahan miliknya yang kini sudah menjadi lokasi tambang nikel pada lokasi lain. Menurut Aprianus, saat dirinya mendesak tim lahan untuk segera membayar ganti rugi kepadanya, malahan justru CL yang tiba-tiba menjanjikan penggantian lahan di tempat lain. “Sikap ini menandakan, jika sesungguhnya haknya untuk menerima ganti rugi, diduga sudah disalahgunakan,” ungkap Aprianus.

Terkait keterangan CL saat dikonfirmasi Berita Global Indonesia beberapa hari lalu yang mengaku tidak mengetahui sama sekali asal usul dana yang dibayarkan YK selaku tim lahan kepada Masani dan Alamsyah, menurut Aprianus, hanya merupakan lelucon saja, sebab dirinya meyakini, seluruh tindakan YK sebagai Tim Lahan Desa Bunta, pasti dibawah kendali oknum kepala desa. ”Ini duit banyak Bro, mengapa tiba-tiba Kades tidak tahu menahu soal itu, padahal YK bekerja atas bentukannya, tentu seluruh langkah dan tindakannya harus sepengetahuan dan seizin kades,” ujar Aprianus.

Kemelut yang melingkupi pembayaran ganti rugi lahan ini, oleh Johnny Salam selaku pihak yang dipercaya melakukan pendampingan hukum, merencanakan akan segera mengadukan persoalan tersebut kepada pihak kepolisian dengan dugaan penggelapan. Untuk itu, pihaknya mendesak jika persoalan ini tidak diselesaikan secepatnya oleh tim pembebasan lahan dan oknum kepala desa, maka pihaknya pun tidak segan-segan menyeret semua pihak termasuk tentunya siapa saja oknum dibalik persoalan ini untuk diadukan ke pihak kepolisian. Johnny juga mengaku, jika pihaknya saat ini sudah memperoleh informasi dikemanakan sebagian besar dana-dana ganti rugi yang sesungguhnya telah dibayarkan PT SEI kepada sejumlah oknum dan justru dana itu digelapkan dan digunakan untuk keperluan pribadinya, termasuk membeli sejumlah aset dan kendaraan. (Jamal)