PALU – Undangan pertemuan yang dilayangkan Kepala Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah kepada 14 orang pemilik lahan yang sebagian besar belum menerima pembayaran ganti rugi lahan mereka, diacuhkan dan tidak digubris sama sekali oleh para pemilik lahan.
Pertemuan itu sendiri, dijadwalkan berlangsung, Senin (19/2/2024) bertempat di aula Kantor Desa Bunta, namun tidak dihadiri para pemilik lahan tersebut, karena CL selaku kepala desa, hanya mengagendakan pertemuan itu untuk mencocokkan kembali data kepemilikan tanah warga yang kini sudah diobok-obok PT. Stardust Estate Investment (SEI) untuk lokasi pertambangan nikel perusahaan itu.
Kepala desa yang mengirimkan undangan melalui pesat WhatApp (WA) kepada Alamsyah Loliwu dan Aprianus Kelo, Ahad, (18/2/2024) tidak digubris dan tidak ditanggapi sama sekali, karena mereka menilai pertemuan yang digagas oleh CL itu, tidak ada lagi gunanya, ”Kami tidak mau hadir untuk diceramahi dan untuk mendengarkan pembelaan kepala desa yang mau melepas tanggungjawab kepada pihak lain, kami hanya menunggu undangan untuk acara pembayaran dan pelunasan ganti rugi lahan kami yang sudah diobok-obok PT. SEI,” ujar Aprianus Kelo.
Menanggapi kian kusutnya pembebasan lahan warga Desa Bunta tersebut, Dr. Johnny Salam, S.H., M.H. selaku kuasa hukum warga, mendesak pihak PT. SEI untuk segera menghentikan aktivitasnya pada lokasi-lokasi lahan yang belum terbayarkan ganti ruginya itu. Menurutnya, manajemen PT. SEI harus ikut bertanggungjawab dan kembali duduk bersama dengan semua pihak yang terkait dengan proses pembebasan lahan itu, agar persoalan yang melingkupi pembebasan tersebut, bisa diselesaikan sebelum pihaknya melakukan upaya hukum, baik pidana maupun perdata.
Sebagai perusahaan yang melakukan pertambangan nikel di desa itu, maka secara otomatis aktivitas perusahaan tersebut, pasti menimbulkan dampak dan risiko lingkungan yang tidak kecil bagi masyarakat lingkar tambang sendiri, sehingga dengan begitu perusahaan tersebut, sepatutnya tidak menambah beban penderitaan warga desa, “yah cukuplah risiko lingkungan yang mereka terima, jangan lagi risiko lainnya ikut menimpa dan mendera mereka, seperti lahan pertanian yang menjadi sumber penghidupannya terambil oleh perusahaan, tetapi pembayaran ganti ruginya lahan mereka tidak diterima sama sekali,” tegasnya.
Alasan tidak terbayarnya ganti rugi pembebasan lahan warga itu, menurut CL ketika dimintai konfirmasi melalui sambungan telepon, beberapa waktu lalu, karena tidak validnya alas hak yang mereka miliki, sehingga menurut kepala desa tersebut, tidak cukup alasan bagi pihak tim pembebasan lahan untuk membayarnya. Atas dasar itulah, pihak kepala desa mengundang para pemilik lahan untuk mendengarkan penjelasannya seraya mencocokkan data yang dimiliki kantor desa dengan data kepemilikan warga.
Hanya saja, CL dan tim lahan bentukannya diduga lupa atau pura-pura lupa, jika ada pembayaran panjar yang telah dilakukan YK selaku tim lahan kepada dua orang pemilik lahan, masing-masing Masani dan Alamsyah, Dimana alas hak kedua orang itu, tidak ada bedanya dengan milik 12 orang lainnya yang belum terbayar. Bahkan, ke-12 lahan yang tidak terbayar ganti ruginya itu, alas haknya berupa Surat Penyerahan Lahan (SPL), diterbitkan dan ditandatangani oleh kepala desa yang sama dengan lokasi dan hamparan lahan yang sama pula,”jadi kalau begitu alasan kepala desa, itu sama sekali tidak masuk akal dan kita pun curiga dikemanakan uang ganti rugi ke-14 lahan itu,” ujar suatu sumber di Desa Bunta.
Dugaan atas kelupaan untuk membayar ganti rugi itu, karena alasan tidak validnya alas hak para pemilik lahan, lanjut sumber itu, mungkin disebabkan karena CL sendiri sibuk mengurus banyaknya aset yang sudah dimiliki sejak menjadi kepala desa, dan seringnya beristirahat di villanya di daerah Tentena, sehingga dia pun tidak tahu menahu dengan sumber uang yang digunakan YK membayar panjar pembebasan lahan dua orang itu. Terkait dengan keberadaan villa di Tentena, CL tidak membantahnya ketika hal itu ditanyakan kepadanya, bahkan dia mengakui setiap akhir pekan, dirinya bersama keluarga menikmati kesejukan dan keindahan alam di sekitar villa itu.
Atas kemelut tidak terbayarnya ganti rugi lahan warga Desa Bunta yang kini dijadikan lokasi pertambangan nikel PT. SEI, pihak pemilik lahan akan mengadukan hal itu kepihak kepolisian dengan dugaan tim lahan dan CL melakukan penggelapan dana pembayaran ganti rugi lahan. Pihak warga pun menggandeng Dr. Johnny Salam selaku kuasa hukum
Seperti telah diberitakan sebelumnya, ada dua orang telah menerima pembayaran panjar ganti rugi dengan nominal IDR 300 juta per orang. Hanya saja, ketika YK hendak membayar kepada Alamsyah, YK menyodorkan berita acara pembayaran ganti rugi dengan nilai sebanyak IDR 630 juta, kontan saja berita acara itu ditolak Alamsyah, karena dana yang akan dibayarkan hanya sebanyak IDR 300 juta, sehingga dengan begitu YK berjanji akan menambah pembayaran harga lahan itu dalam waktu dekat, namun hingga saat ini janji itu tetap saja menjadi janji.
Ironisnya lagi, sumber dana yang dibayarkan YK kepada Masani dan Alamsyah oleh CL ketika dimintai konfirmasi beberapa waktu lalu, diakui sebagai dana yang tidak jelas sumbernya, CL pun mengaku tidak mengetahui sama sekali kepada siapa saja YK selaku tim lahan menyalurkan pembayaran itu. Pengakuan CL itu oleh Aprianus Kelo dan Alamsyah dinilainya sebagai pengakuan yang “mengada-ada” dan tidak mungkin bisa dipercaya, karena segala tindakan yang dilakukan tim lahan, khususnya YK mustahil tidak seizin dan tidak mendapat restu darinya. (Jamal)