PALU – Merasa terpojok atas gencarnya pemberitaan tentang tidak terbayarnya ganti rugi lahan yang kini dijadikan areal pertambangan PT. Stardust Estate Investment (SEI), di Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah, salah seorang anggota tim pembebasan lahan desa tersebut, berinisial SK diduga mulai melancarkan ancaman kepada salah seorang pemilik lahan yang tidak terbayar ganti rugi lahannya melalui pesan WhatsApp (WA).
Pesan bernada sinis dan ancaman itu, dilakukan oleh SK sebanyak dua kali, yang pertama dilakukan pada Senin tengah malam (19/2/2024), pukul 23.48 Wita dan kedua pada Selasa pagi (20/2/2024) pukul 08.18 Wita. Sinisme yang bernada meremehkan dan menantang itu, pesan pertamanya disampaikan melalui tulisan dengan menyatakan “kalau cuma berita media saya tdk ambil pusing, langsung saja laporan Polres.” dan pesan kedua ditulisnya, “Kalaw (kalau) kamu tidak melapor saya yang akan buat laporan,” ancamnya.
Oknum SK sendiri dan SY yang memotori dan mengendalikan Tim Pembebasan Lahan Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur untuk areal tambang PT SEI itu, ternyata bukanlah warga Desa Bunta dan Kecamatan Petasia Timur. SK bertempat tinggal di Desa Ronta, Kecamatan Lembo Raya, sementara YK merupakan penduduk Desa Uluanso, Kecamatan Lembo, Kabupaten Morowali Utara.
Kedua oknum itu ditengarai sebagai ‘kaki-tangan’ Kepala Desa Bunta berinisial CL dalam melaksanakan hal-hal yang berkaitan dengan proses pembebasan dan pembayaran ganti rugi lahan masyarakat Desa Bunta.
Menurut salah seorang sumber Berita Global Indonesia di Bunta, rekrutmen personal tim lahan yang dilakukan CL itu, sangat tidak beralasan, sebab selain karena kedua oknum itu, diyakini tidak memahami dengan baik seluk beluk dan riwayat kepemilikan lahan di desa itu, keduanya pun sama sekali tidak ada hubungan dan sangkut pautnya dengan Desa Bunta, karena keduanya bukanlah warga, aparat, dan perangkat Desa Bunta.
Oknum YK yang berusaha dimintai konfirmasi melalui sambungan ke nomor telepon miliknya nomor +62 822-5988-xxxx bernada dering, namun tidak dijawab, demikian pula pesan singkat yang disampaikan dengan maksud melakukan konfirmasi tentang persoalan ganti rugi lahan itu, setelah ditunggu satu jam lebih hingga berita ini tayang, juga tidak mendapat respons dari yang bersangkutan.
Sementara itu, menurut Alamsyah Loliwu kepada Berita Global Indonesia Rabu (21/2/2024), sesungguhnya untuk tugas pembebasan lahan di Desa Bunta, CL sendiri pada tahun 2018 pernah membentuk Tim Sembilan Pembebasan Lahan yang beranggotakan sebanyak Sembilan orang yang terdiri atas lima orang kepala dusun dan empat orang tokoh Masyarakat. Bahkan ada satu orang diantaranya mantan kepala desa. Ke-9 orang itu masing-masing berinisial WB (mantan kades), LG, HEY.MA, YS, AL, YP, BL L, MP, dan SA. Hanya satu orang saja yang bukan warga Desa Bunta, delapan orang lainnya adalah warga setempat.
Akan tetapi, tidak diketahui secara pasti, tiba-tiba Tim Sembilan itu oleh CL tidak dipakai dan dilibatkan pada saat adanya tahapan pencairan dana ganti rugi lahan. Anehnya, justru orang dari luar desa yang berperan aktif untuk menangani urusan pencairan dana ganti rugi itu. Padahal, Tim Sembilan sudah melaksanakan tugas-tugas pengukuran dan validasi surat dan pemilik lahan, “Aneh, kami sudah bekerja dengan baik, namun oleh kades tiba-tiba tidak dilibatkan dan justru orang luar desa yang awam tentang kondisi yang melingkupi kepemilikan lahan-lahan di desa ini yang malah diberdayakan,”ujar Alamsyah.
Sumber lain di Bunta, Rabu (21/2/2024), mengungkapkan sejak gencarnya pemberitaan yang mengungkap tentang dugaan penggelapan dana ganti rugi lahan warga des aitu, Kepala Desa Bunta berinisial CL mulai pusing dan “kebakaran jenggot”. Terlebih, ketika undangan pertemuan dilayangkan kepada 14 orang pemilik lahan itu, namun tidak digubris dan tak satu pun dari pemilik lahan itu merespon undangan itu. Akibat keadaan itu, berbagai cara digunakan CL yang berlatarbelakang penyuluh pertanian ini untuk menekan warganya sendiri, diantaranya menggunakan oknum yang diduga kelompok mafia tanah di Morowali Utara, berinisial TM mengancam salah seorang pemilik lahan melalui pesan WhatsApp.
Pengirim pesan yang bernada ancaman itu, mengakui jika dirinya adalah orangnya CL sang kepala desa, Pesan yang dikirim melalui nomor hand phone 08219448xxxx itu, teridentifikasi sebagai oknum dari luar Kabupaten Morowali Utara yang kini berdomisili di daerah itu yang diduga menjadi bagian dari “Mafia Tanah” untuk pembebasan lahan-lahan warga untuk lokasi pertambangan.
Kasus dugaan penggelapan ganti rugi 14 orang pemilik lahan itu, kini mencuat kepermukaan setelah pihak pemilik lahan menggandeng Dr. Johnny Salam, S.H., M.H. sebagai penasihat hukumnya dan pihak Johnny Salam akan mempersoalkan masalah itu kepihak kepolisian. Dalih CL yang menyatakan ke-14 pemilik lahan itu, dokumen kepemilikan lahannya dinilai tidak valid, sehingga tidak bisa dibayarkan ganti ruginya, dinilai oleh Johnny Salam sebagai alasan yang tak berdasar, sebab tanah milik Masani dan Alamsyah yang berasal dari penyerahan Yames Adoe beradasarkan Surat Penyerahan Lahan (SPL) yang dibuat dan ditandatangani Kepala Desa Bunta berinisial, AP ketika itu menjadi dasar pembayaran ganti rugi.
Sementara lahan milik Aprianus Kelo dan 13 orang lainnya yang berada pada lokasi dan hamparan yang sama dengan alas hak yang sama, yakni SPL dan dibuat dan ditandatangani pejabat yang sama serta asal lahan yang sama-sama dari Yames Adoe, justru tidak dibayar ganti ruginya. Bahkan, ketika surat asli SPL milik ke-14 orang pemilik lahan itu diminta untuk dikembalikan kepada para pemiliknya, hal itu tidak bisa dilakukan oleh CL bersama tim lahan bentukannya, karena sesungguhnya dokumen asli SPL sudah berada ditangan PT. SEI. (Jamal)