PALU – Terkait pemberitaan Berita Global Indonesia tentang seputar kemelut pembebasan lahan warga Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah, yang diduga pembayaran ganti ruginya digelapkan sejumlah oknum yang menangani pembebasan lahan untuk lokasi tambang nikel PT. Stardust Estate Investment (SEI) mendapat tanggapan melalui press release tertanggal 22 Pebruari 2024 dari oknum Kepala Desa Bunta berinisial CL.

Pada awal press release itu, CL menyampaikan ucapan terimakasih kepada media ini, karena menurutnya dengan pemberitaan itu, maka permasalahan seputar penjualan lahan masyarakat akan menjadi pelajaran berharga kedepan, jika ada lahan yang pernah terjual atau dipindahtangankan ke pihak lain, tidak ada lagi klaim yang menggunakan cara-cara tidak benar.

Selanjutnya, CL menyampaikan pula permohonan maaf atas jawaban konfirmasi yang diberikan kepada media ini, terkait pembayaran kepada Masani dan Alamsyah sebanyak IDR 600 juta yang menurut hasil konfirmasi dan termuat dalam berita itu, CL menyatakan tidak tahu menahu asal usul dana yang dibayarkan tim lahan bentukannya kepada dua orang pemilik lahan itu. Jawaban itu, diakuinya sebagai jawaban spontan saja, karena dua nama pemilik lahan yang disebut, diketahuinya sudah terbayar dan tidak ada masalah.

Kepala desa yang berlatarbelakang mantan penyuluh pertanian itu, juga menyampaikan permohonan maaf atas adanya pesan melalui WhatsApp yang bernada “tekanan” kepada warga pemilik lahan yang merasa belum terbayar ganti rugi lahannya yang diundang untuk hadir ke kantor desa, namun tidak diindahkan oleh warga, sebagaimana termuat pada edisi 22 Pebruari 2024. Menurut CL, sesungguhnya tidak memiliki tendensi apa-apapun, kecuali hanya akan menjelaskan kepada mereka tentang hal itu, dan untuk dibicarakan secara baik-baik.

Dalam realese itu, CL selaku kepada desa menguraikan detil lahan milik Yames Adoe, mertua Alamsyah, diantarnya luasannya mencapai 35 hektare, berlokasi di Dusun V Bongini, Desa Bunta, dimana pada tahun 2011 Yames pernah menjual sebagian lahan itu, yakni seluas 20 hektare kepada seorang lelaki bernama Rudi. Berselang tujuh tahun kemudian, Rudi meminta untuk dilakukan pemasangan patok untuk proses sertipikasi, tetapi Yames tidak bisa lagi menunjukkan letak dan batas lahan yang pernah dijualnya kepada Rudi, karena menurut CL, Yames sudah pernah menyerahkan lagi sebagian lahan itu kepada anak-anaknya.

Atas kondisi itu, lanjut realease-nya, pihak pembeli dalam hal ini Rudi melayangkan laporan ke Pemerintah Desa yang disertai dokumen lahan dan kuitansi penjualan yang ditandatangani Yames. Persoalan itu diupayakan dengan cara mediasi, namun ahli waris Yames, sebut CL, tidak menyetujui adanya penjualan itu. Dengan begitu, lanjut cerita dalam realease pihak pemerintah desa membantu tanggungjawab Yames dengan mencari lahan bebas yang tidak bertuan untuk dijadikan lahan pengganti yang pernah dijual kepada Rudi. Upaya itu ternyata membuahkan hasil, Rudi menyetujui penggantian lahan itu.

Dari penjualan seluas 20 hektare ke PT SEI, menyisakan lahan milik Yames seluas 15 hektare, terbagi kepada enam nama dengan luas yang bervariasi. Menurut catatan CL ke-6 nama pemilik lahan itu, seluruhnya sudah menjual kepada PT. SEI, diantaranya lahan atas nama Masani yang diberitakan telah menerima pembayaran ganti rugi sebanyak IDR 300 juta.

Selanjutnya urai realease CL, pada tahun 2011, terbit Surat Penyerahan Lahan (SPL) dari Kepala Desa Bunta, AP ketika itu pada lokasi lahan Yames 35 hektare terdahulu, dimana ke-nama-nama dari 14 orang yang merasa belum terbayar ganti ruginya itu, termasuk diantaranya Aprianus Kelo dan Alamsayah, dimana berdasarkan hasil penelitian tim lahan, desa ungkap CL, lahan tersebut merupakan objek yang pernah dijual kepada Rudi.

Dalam catatan dan arsip yang dimiliki Desa Bunta, ungkap CL, pemilik lahan bernama Yames/Alamsyah pada tahun 2008, pernah menjual lahan seluas 52 hektare kepada etnis Bali dengan nilai penjualan sebanyak IDR 78 juta, demikian pula pada tahun 2011 Yames menjual lahan miliknya kepada Rudi seluas 20 hektare seharga IDR 70 juta. Alamsyah dan keluarga juga pernah menjual lahannya kepada PT SEI seluas 20 hektare seharga IDR 500 juta pada tahun 2019 dan terakhir isteri Alamsyah penerima pembayaran ganti rugi sebanyak IDR 300 juta yang dibayar tim lahan. Total lahan yang diajual Yames dan Alamsyah sekeluarga, sebut CL seluas 104 hektare dengan hasil penjualan mencapai IDR 948. Juta.

Terhadap press realease ini, pihak Berita Global Indonesia memandang sebagai penyampaian hak jawab dari pihak CL atas berita yang telah tayang melalui media ini. Atas penjelasan CL, sejauh ini belum ditanggapi pihak pemilik lahan yang merasa hak-haknya belum terbayarkan dari pembebasan lahan untuk lokasi tambang PT. SEI itu. (Jamal)