JAKARTA – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah menggelar sidang Praperadilan yang diajukan Hotman Paris Hutapea selaku penasihat hukum Budi Said, pengusaha yang dikenal dengan julukan “Crazy Rich” Surabaya.
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Djuyamto membenarkan bahwa persidangan Praperadilan yang diajukan Hotman Paris Hutapea selaku penasihat hukum Budi Said tersebut, sudah digelar mulai Rabu 21 February 2024 dengan hakim tunggal Luciana Amping.
“Benar, persidangan praperadilan Budi Said sudah digelar mulai kemarin. Hakim Luciana Amping, sidang dimulai hari Rabu tanggal 21 February 2024,” ujar Humas Djuyamto kepada wartawan di PN Jakarta Selatan pada Kamis (22/2/2024).
Sebelumnya, Hotman Paris Hutapea selaku Penasihat Hukumnya, Budi Said yang merupakan pengusaha yang dikenal dengan julukan “Crazy Rich” di Surabaya ini, telah mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Permohonan praperadilan ini ditujukan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung.
‘’Hari ini 12 Februari 2024, kami resmi mendaftarkan permohonan praperadilan di Pengadilan Jakarta Selatan terhadap Jampidsus, Kejaksaan Agung dengan pemohon praperadilan Budi Said,’’ ujar Hotman Paris kepada wartawan di Jakarta pada Senin (12/2/2024).
Menurut Hotman Paris, alasan praperadilan terkait penetapan Budi Said sebagai tersangka oleh Kejagung tidak sah, karena tidak ada dua bukti permulaan yang cukup.
‘’Kalau dituduh rugikan negara kapan diserahkan emas seberat 1.136 kg tersebut,” ungkapya seraya mengatakan sementara Mahkamah Agung baru memerintahkan agar diserahkan.
‘’Kemudian, pengeledahan dan penyitaan dilakukan tanpa perintah pengadilan,’’ tandasnya.
Seperti diketahui Sebelumnya, tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung, menahan pengusaha properti asal Surabaya itu ke rumah tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.
Penahanan terhadap pengusaha yang dikenal dengan julukan “Crazy Rich” di Surabaya ini, berdasarkan hasil pemeriksaan beserta barang bukti dan diketemukan cukup bukti untuk menetapkannya sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam penjualan Logam Mulia di Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 Antam.
“Tersangka BS dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan, terhitung sejak 18 Januari 2024-6 Februari 2024,” ujar Direktur Penyidikan Pidana Khusus, Kuntadi dalam keterangan tertulisnya, dikutip pada Jumat (19/1/2024).
Menurut Kuntadi, kasus yang menjerat BS sebagai tersangka terjadi antara bulan Maret 2018 sampai November 2018.
“Tersangka BS bersama dengan beberapa oknum pegawai PT Antam Tbk telah merekayasa transaksi jual-beli emas logam mulia, dimana harga yang ditransaksikan dilakukan di bawah harga yang ditetapkan oleh PT Antam Tbk,”kata Kuntadi
Berdasarkan hal itu, kata Kuntadi tersangka BS dan oknum pegawai PT Antam Tbk tidak melakukan mekanisme transaksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sehingga oknum pegawai PT Antam Tbk dapat menyerahkan logam mulia kepada tersangka melebihi dari jumlah uang yang dibayarkan.
“Untuk menutupi kekurangan jumlah logam mulia pada saat dilakukan audit oleh PT Antam Tbk, tersangka BS bersama dengan EA dan oknum pegawai PT Antam yakni EK, AP dan MD telah merekayasa dengan membuat surat palsu yang seolah-olah membenarkan adanya pembayaran dari Tersangka BS kepada PT Antam Tbk,” katanya.
Kemudian, berdasarkan surat palsu tersebut, seolah-olah PT Antam Tbk masih memiliki kewajiban menyerahkan logam mulia kepada tersangka. Bahkan atas dasar surat tersebut, tersangka mengajukan gugatan perdata.
Akibat perbuatan tersangka BS, PT Antam Tbk diduga mengalami kerugian senilai 1.136 Kg emas logam mulia, yang jika dikonversi dengan harga emas per hari ini yakni sekitar Rp.1,266 triliun.
Atas perbuatannya tersebut BS disangkakan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Amris)