JAKARTA – Penyidik bidang tindak pidana khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) akhirnya kembali menahan dua orang tersangka berdasarkan hasil penyidikan dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penjualan Aset Yayasan Batanghari Sembilan berupa Asrama Mahasiswa di Jl. Puntodewo Yogyakarta pada Senin (26/2/2024).
Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, S.H., M.H penahanan tersebut berdasarkan surat perintah penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Nomor : PRINT-04/L.6/Fd.1/06/2023 Tanggal 7 Juni 2023. Dimana, kerugian Keuangan Negara kurang lebih sebesar Rp. 10 miliar berdasarkan Penilaian KJPP terhadap Objek.
“Bahwa ZT dan EM setelah dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka dan selanjutnya para Tersangka (ZT dan EM) dilakukan penahanan dari tanggal 26 Februari 2024 sampai 16 Maret 2024, untuk 20 hari ke depan, di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas Iib Merdeka Palembang,” ujar Kasi Penkum Vanny via Whatsaap di Jakarta.
Dasar untuk melakukan Penahanan, kata Vanny sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Ayat (1) KUHAP. “Dalam hal adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana”.
Akibat dari perbuatan para tersangka, ungkap Vani, diancam dengan primair, Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana;
Sedangkan subsidair, Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Modus Operandi
Vanny menjelaskan tersangka AS (Alm) selaku Mantan Pengurus yayasan batang hari sembilan pada tahun 2015 meminta kepada tersangka EM Notaris di Palembang untuk menerbitkan akta pendirian Yayasan Batanghari sembilan Sumatera Selatan.
“Bahwa yayasan batang hari sembilan Sumatera Selatan, memiliki aset salah satunya berupa tanah di jalan Puntodewo Jogjakarta yang diatasnya terdapat bangunan asrama mahasiswa pondok mesuji yang merupakan aset Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan,” jelasnya.
Nah, setelah terbentuknya yayasan batanghari sembilan Sumatera Selatan, kemudian pengurus Yayasan Batanghari menerbitkan surat kuasa tersangka kepada tersangka MR (Alm) dan tersangka ZT untuk menjual aset yayasan batang hari sembilan di jalan Puntodewo Jogjakarta kepada Yayasan Mualimin Yogyakarta dihadapan notaris tersangka DK.
“Perbuatan para tersangka melakukan peralihan aset dimaksud, melanggar ketentuan pasal 68 dan pasal 71 Undang-Undang Yayasan,” ungkapnya.
Menurut pasal tersebut, lanjut Vanny, apabila yayasan bubar demi hukum karena ia kehilangan status badan hukum maka terhadap aset tersebut, harus dilakukan likuidasi dan terhadap sisa hasil likuidasi dapat diserahkan kepada yayasan yang mempunyai kesamaan kegiatan atau ke badan hukum lainnya yang memiliki kesamaan kegiatan atau diserahkan kepada negara. Dalam hal ini para tersangka menjual aset tersebut bertentangan dengan ketentuan tersebut diatas.
“Bahwa tersangka AS (Alm) dan tersangka MR (Alm) telah meninggal dunia. Peranan tersangka EM sebagai notaris di Palembang yang membuat akta 97 dengan memasukan aset yayasan batang hari sembilan menjadi aset yayasan batang hari sembilan Sumatera Selatan, dan berdasarkan akta tersebut tersangka MR dan ZT menjual asrama mahasiswa pondok Mesuji di Jogjakarta. Sednagkan peranan ZT selaku penerima kuasa penjual,” pungkasnya. (Amris)