JAKARTA – Sikap arogansi kekuasaan kembali dipertontonkan, oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Aditya dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat, terhadap terdakwa Singgih Prananto Siam.
Demikianlah hal tersebut terungkap di persidangan pada saat kuasa hukum Singgih Prananto, advokat Raden Nuh dan Dian Amalia saat membacakan eksepsinya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), pada Rabu (6/3/2024).
Dalam eksepsinya Raden Nuh mengatakan bahwa JPU Aditya melarang dirinya untuk mendampingi Singgih Prananto saat pemeriksaan pada 26 hingga 28 Februari 2024.
“Selama menjalani pemeriksaan oleh penuntut umum, pada 26 hingga 28 Februari 2024. Terdakwa tidak diizinkan oleh penyidik untuk menghubungi keluarga maupun penasehat hukum sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan,” ujar Raden Nuh, pada Rabu (6/3/2024).
Ironisnya lagi, saat Raden Nuh bersama keluarga Singgih Prananto, mendatangi Kantor Kejari Jakpus, tetap saja penuntut umum melarang melakukan pendampingan hukum selama menjalani pemeriksan oleh penuntut umum.
“Seusai persidangan praperadilan pada 26 Februari 2024 bersama keluarga terdakwa mendatangi Rutan Polres Jakarta Pusat untuk menemui terdakwa, ternyata sudah dipindahkan ke Kejari Jakpus,” imbuhnya.
Menurut Raden Nuh, sesampainya di Kantor Kejari Jakpus, kemudian dia melaporkan diri ke sentra pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) Kejari Jakpus.
“Setelah melapor diri, kami disuruh untuk menunggu. Setelah menunggu selama 2 jam, seorang staf Kejari Jakpus mengatakan kepada kami bahwa JPU Aditya tidak bisa ditemui karena mendadak sakit,” tulis Raden Nuh dalam eksepsinya.
Advokat Raden Nuh menyebut perbuatan oknum penyidik kepolisian dan JPU terhadap kliennya, tidak sesuai ketentuan Pasal 57 KUHAP berbunyi, “tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasehat hukumnya sesuai ketentuan perundangan-undangan”.
Sayangnya hingga berita ini diturunkan Jaksa Aditya belum memberikan tanggapan kepada para awak media, mengenai permasalahan tersebut, walaupun sudah bertemu pada Jumat, (8/3/2024). (Amris)