PALU – Pelaksanaan Proyek River Improvement and Sediment Control in Gumbasa River, Pondo River, and Rogo River Area, Balai Wilayah Sungai Sulawesi III (BWSS III), berlokasi di wilayah Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, hingga pertengahan pekan ke-3 Maret 2024 ini, diduga tetap menyisakan banyak persoalan. Progres capaian yang dtengarai masih mengalami deviasi minus hingga puluhan persen dari target direncanakan, belum lama ini terungkap lagi tentang adanya sejumlah item pekerjaan yang diduga tidak dikerjakan alias fiktif, namun tetap terbayarkan.
Suatu sumber kepada Berita Global Indonesia, di Palu belum lama ini mengungkapkan, item pekerjaan yang diduga tidak dikerjakan pada pembangunan dua unit sabo dam pada aliran Sungai Gumbasa, namun diduga tetap saja terbayarkan. Item pekerjaan itu, antara lain pekerjaaan angkutan tanah bekas galian yang menggunakan dump truck untuk dibuang ke lokasi lain dengan jarak satu dan tiga kilometer dari lokasi bekas galian, “pekerjaan ini, tidak dikerjakan, dan kami tidak pernah melihat adanya dump truck hilir mudik di lokasi proyek yang mengangkut material galian itu untuk dibuang ke lokasi yang jaraknya satu dan tiga kilometer,”ujar sumber itu.
Volume material galian dari badan Sabo Dam Satu yang harus dibuang dengan menggunakan dump truck ke lokasi lain pada jarak yang telah ditentukan sejauh satu kilometer, ungkap sumber itu, adalah sebanyak 4.994,48 meter kubik dengan harga satuan sebanyak IDR 25.736 per meter kubiknya, maka total biaya yang diduga terbayarkan adalah sebanyak IDR 128.541.433, namun item pekerjaan ini diduga kuat tidak dikerjakan.
Pada pekerjaan sabo dam yang sama, lanjut sumber itu, terdapat pula pekerjaan pembuangan material dengan menggunakan dump truck ke lokasi lain berjarak sejauh tiga kilometer dari galian badan sabo dam dengan volume sebanyak 2.689,33 meter kubik dengan harga satuan sebanyak IDR 36.542 per meter kubik, dengan total anggaran untuk item pekerjaan ini adalah sebanyak IDR 98.273.496., namun pekerjaan ini pun diduga tidak dikerjakan, akan tetapi ditengarai terbayarkan pula biayanya.
Selanjutnya pekerjaan yang diduga pula fiktif, adalah pekerjaan yang sama, yakni pembuangan material bekas galian pada paket pekerjaan Sabo Dam Dua, dimana material galian yang harus dibuang dengan dump truck dari lokasi sabo dam tersebut dengan jarak satu kilometer menggunakan adalah sebanyak 11.511,98 meter kubik dengan harga satuan sebanyak IDR 25.736 per meter kubik, sehingga total biaya yang harus dibayarkan untuk item ini adalah IDR 296.280.375., namun diduga keras juga tidak dikerjakan.
Bukan hanya itu, tambah sumber tersebut, material bekas galian dari lokasi badan Sabo Dam Dua yang harus dibuang ke tempat lain pada jarak sejauh tiga kilometer dengan dump truck volumenya sebanyak 6.198,76. meter kubik dengan harga satuan sebanyak IDR 36.542 per meter kubik, sehingga total biaya untuk item ini adalah sebanyak IDR 226.515.087., tetapi item ini pun diguga kuat tidak dilaksanakan.
Dugaan atas tidak dikerjakannya item angkutan pembuangan material galian dari lokasi dua unit sabo dam tersebut, diyakini sejumlah sumber di lokasi proyek, sama sekali tidak pernah melihat adanya dump truck yang mengangkut material dari lokasi galian sabo dam dan tidak pula menemukan lokasi pembuangan material yang jaraknya satu dan tiga kilometer dari lokasi proyek bernilai IDR 164.093.612.966 dari dana loan Japan International Cooperation Agency (JICA) itu.
Atas dugaan terjadinya pekerjaan fiktif itu, sumber itu kembali mendesak aparat penegak hukum untuk segera melakukan penyelidikan dan penyidikan, karena akibat tidak dikerjakannya item-item pekerjaan itu, setidaknya negara diduga dirugikan sedikitnya sebanyak IDR 750 juta hanya pada item angkutan material, belum termasuk item-item pekerjaan lain yang diduga pula banyak dimanipulasi.
Proyek yang dimenangkan PT. Waskita Jaya Purnama Kerja Sama Operasi (KSO) PT. Medal Jaya Mandiri, keduanya dari Kota Bogor itu, menurut sumber Berita Global Indonesia yang lain di Palu, diduga hanya “menang di atas kertas” saja, sebab hampir seluruh kegiatan fisik lapangan justru dikerjakan langsung oleh rekanan lokal Palu dengan perjanjian dibawah tangan dengan sengaja tidak diberitahu kepada pihak pengguna jasa, yakni Balai Sungai Sulawesi (BWSS) III, sehingga kondisi itu oleh mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pantai dan Sungai I BWSS III Tahun Anggaran 2023, Ricky Pondaag, S.T., M.T, saat dimintai konfirmasi beberapa waktu lalu, di ruang kerjanya menganggap keberadaan para pihak ketiga yang mengerjakan langsung proyek itu, statusnya hanyalah mandor belaka, “jadi semua itu, hanyalah mandor saja, kami tidak menganggap mereka penyedia jasa,”ujarnya.
Tentang dugaan adanya pekerjaan fiktif yang tetap terbayar, menurut Ricky, hal itu tidak mungkin terjadi, karena pekerjaan itu diawasi dengan ketat oleh konsultan pengawas yang setiap saat ada di lokasi pekerjaan. Namun, saat didesak kemana bekas galian itu diangkut, Ricky tidak bisa menerangkan dengan pasti tentang hal itu,”pokoknya, tidak bisa dibayar jika tidak dikerjakan,”ujarnya lagi.
Sedangkan PPK Pantai dan Sungai I BWSS III Tahun 2024, Harry Mantong, yang hendak dimintai konfirmasi beberapa waktu lalu seputar persoalan yang melingkupi proyek pembangunan tersebut, tidak bersedia memberi keterangan, “kami di sini punya SOP, jadi sorry saya tidak bersedia memberi keterangan, ”ujarnya singkat.
Sementara itu, Kepala BWSS III, Dedi Yudha Lesmana, S.T., M.T. yang hendak dimintai konfirmasi tentang seputar proyek itu, tidak bisa ditemui. Bahkan jurnalis Berita Global Indonesia bersama Cakra Bhayangkara News.com hanya bisa berada di pos jaga BWSS III, karena ketatnya birokrasi pada instansi itu, “Bapak Kabalai tidak bisa ditemui, kantor saya ini ada aturan dan prosedurnya bagi wartawan yang hendak meminta konfimasi,” ujar seorang perempuan yang mengaku Humas BWSS III bernama Novi dengan nada ketus dan tampak kurang bersahabat dengan para jurnalis.
Berbeda halnya jika yang hendak bertamu adalah seorang kontraktor, menurut suatu sumber di lingkungan BWSS III, bisa leluasa tanpa harus dipersulit dengan syarat yang macam-macam. Bahkan oknum kepala balai itu, bisa ditemui kapan saja, jika yang hendak bertamu itu adalah kontraktor. Sikap oknum kepala balai itu, sungguh sangat disayangkan, karena selain diskriminatif, yang bersangkutan juga tidak menghargai kerja-kerja jurnalis, terlebih pada era keterbukaan informasi ini,”mestinya kepala balai ini, paham dulu posisinya sebagai pejabat publik yang pada jabatannya itu melekat kewajiban untuk melayani informasi public,”ujar sumber itu. (Jamal)