banner 728x250
Palu  

Diduga Material Tidak Sesuai RAB, Proyek Sabo Dam Gumbasa juga Diduga Rugikan Uang Negara

PALU – Pekerjaan proyek River Improvement and Sediment Control in Gumbasa River, Pondo River, and Rogo River Area, yang ditangani Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sungai dan Pantai I, Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) III, selain ditengarai adanya item-item pekerjaan yang fiktif, juga diduga terdapat item pekerjaan menyalahi bestek yang secara otomatis berimplikasi pada kualitas bangunan dan alokasi biaya pada Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek bernilai IDR 164 Miliar lebih itu.

Informasi terkait hal itu, diungkap suatu sumber kepada jurnalis di Palu belum lama ini. Menurut sumber itu, disamping item pekerjaan angkutan tanah bekas galian badan sabo dam yang diduga fiktif, item pekerjaan lainnya berupa pengecoran beton sikloop untuk dua unit badan sabo dam proyek itu, juga diduga terdapat praktik manipulasi dalam pengerjaannya, sehingga dengan keadaan itu, lanjut sumber itu, dapat dipastikan item pekerjaan tersebut, menyimpang dari bestek dan RAB proyek.

Praktik yang diduga meyimpang itu, menurut sumber itu, adalah item pekerjaan pengecoran beton sikloop, dimana penggunaan material batu belah untuk campuran beton sikloop, sebagaimana terurai dalam bestek dan RAB proyek, ditentukan secara tegas berupa campuran antara beton dan batu belah dengan komposisi perbandingan 60 persen beton berbanding 40 persen batu belah, namun kenyataan yang terjadi, tidak terdapat sama sekali adanya penggunaan campuran batu belah pada item pekerjaan pengecoran beton sikloop tersebut.

Sebagaimana dalam kelaziman pekerjaan teknik konstruksi, urai sumber itu, material batuan yang digunakan, haruslah dipasok dari lokasi pertambangan yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), termasuk penggunaan batu belah yang disyaratkan dalam bestek dan RAB proyek tersebut. “Untuk itu, pihak kontraktor seharusnya mendatangkan material batu belah dari lokasi pertambangan yang beri-IUP, tetapi kenyataannya, hal itu tidak dilakukan sama sekali, dan batu yang digunakan untuk pengecoran beton sikloop, justru batu sungai yang berbentuk bulat dari sekitar lokasi penggalian sabo dam yang dikumpulkan dan dibeli dari warga setempat,” ungkap sumber itu.

Ironisnya, lanjut sumber itu lagi, meski pihak penyedia jasa, dalam hal ini PT. Waskita Jaya Purnama Kerja Sama Operasi (KSO) PT. Medal Jaya Mandiri, diduga sengaja melakukan praktik penyimpangan itu, namun pihak konsultan pengawas dan pihak PPK Sungai dan Pantai I BWSS III yang membawahi langsung proyek itu, diduga sengaja melakukan “pembiaran” dan “bersekongkol” atas terjadinya praktik penyimpangan itu, hal mana sudah barangtentu penggunaan material batuan dari lokasi yang tidak ber-IUP itu, selain merupakan material illegal, juga berimplikasi pada kualitas pekerjaan dan biaya yang digunakan.

Berdasarkan data awal sebelum dilakukan Contract Change Order (CCO) pertama dan kedua pada tanggal 24 Januari 2024, urai sumber itu, pekerjaan pengecoran beton sikloop campuran dengan komposisi 60 persen beton dan 40 persen batu belah, khusus untuk Sabo Dam Satu, volumenya sebanyak 1.446,54 meter kubik dengan harga satuan sebanyak IDR 922.570,73 per meter kubik, maka total harga untuk item pekerjaan ini adalah sebanyak IDR 1.334.535.463,77 (Satu Koma Tiga Tiga Empat Miliar) lebih, namun pekerjaan ini, diduga sengaja dilaksanakan dengan tidak menggunakan komponen batu belah dalam campuran beton sikloopnya, sebagaimana diatur secara tegas dalam bestek dan RAB proyek itu.

Selanjutnya, berdasarkan data awal sebelum dilakukan CCO pertama dan kedua, pada pekerjaan Sabo Dam Dua, urai sumber itu, pekerjaan pengecoran beton sikloop campuran, volumenya sebanyak 12.999,33 meter kubik dengan harga satuan sebanyak IDR 922.570,73 per meter kubik, sehingga total harga untuk item pekerjaan ini, adalah sebanyak IDR 11.992.801.367,61. (Sebelas Koma Sembilan Ratus Sembilan Puluh Dua Miliar) lebih, namun seperti pekerjaan pada Sabo Dam Satu, pengecoran beton sikloop pada Sabo Dam Dua ini, juga diduga sengaja tidak menggunakan campuran beton dan batu belah dengan komposisi 60 dan 40 persen, sebagaimana diatur dalam RAB dan bestek proyek, tetapi justru hanya menggunakan batu bulat dari sekitar lokasi pembangunan sabo dam itu yang dikumpulkan warga setempat, sehingga perolehan material batuan tersebut, diduga illegal karena tidak dipasok dari lokasi pertambangan yang ber-IUP.

Seperti telah diberitakan media ini sebelumnya, item pekerjaan lain yang diduga juga bermasalah adalah pekerjaan pengangkutan tanah bekas galian yang harus dibuang ke lokasi yang berjarak satu dan tiga kilometer dari lokasi galian badan sabo dam satu dan sabo dam dua dengan menggunakan dump truck, yang diduga tidak dikerjakan alias fiktif dengan potensi kerugian negara diduga mencapai IDR 749.598.839 lebih.

Item pekerjaan pembuangan material bekas galian badan sabo dam berjarak satu kilometer dari lokasi proyek Sabo Dam Satu dan Sabo Dam Dua, adalah sebanyak 16.506,46 meter kubik dengan harga satuan sebanyak IDR 25.736 per meter kubik, sehingga total biaya untuk item pekerjaan ini, adalah sebanyak IDR 424.810.254,56., dan untuk pekerjaan pembuangan material bekas galian untuk jarak sejauh tiga kilometer adalah sebanyak 8.888,09 meter kubik dengan harga satuan sebanyak IDR 36.542 per meter kubik, sehingga total biaya untuk pekerjaan ini adalah sebanyak IDR 324.788.584,78.

Pihak PPK Sungai dan Pantai I BWSS III Tahun Anggaran 2023, Ricky Pondaag, ketika dimintai konfirmasi tentang kedua hal itu belum lama ini, di Palu, sama sekali tidak membantah tentang tidak digunakannya campuran batu belah dengan beton pada pengecoran beton sikloop kedua unit sabo dam tersebut. Menurut Ricky, secara teknis hal itu sesungguhnya tidak mempengaruhi kualitas bangunan kedua sabo dam itu, ”itu tidak masalah pak, lagi pula ketika hendak membeli batu belah dari lokasi pertambangan yang ber-IUP, stok material dari semua perusahaan tidak ada yang tersisa, karena seluruhnya telah diorder untuk kebutuhan pembangunan IKN (Ibu Kota Nusantara),” ujarnya.

Sedangkan item pekerjaan pengangkutan material bekas galian badan sabo dam, tetap dilakukan dan tidak mungkin dibayarkan jika item pekerjaan itu tidak dilaksanakan, ”tidak ada item pekerjaan seperti itu yang fiktif, dan kalau tidak dikerjakan, maka sudah barangtentu tidak pula dibayarkan,”tegasnya.

Hanya saja, sejumlah sumber di lokasi proyek mengungkapkan bahwa selama dirinya berada di lokasi pekerjaan sabo dam itu, mereka tidak pernah melihat adanya dump truck yang lalu lalang mengangkut material buangan dari galian badan sabo dam. Bahkan, menurutnya, material galian yang menumpuk di tepi lokasi galian badan sabo dam itu, hanya diratakan di sekitar pekerjaan dengan menggunakan excavator.

“kami tidak pernah melihat adanya dump truck yang mengangkut material bekas galian, dan kami pun tidak pernah menemukan lokasi pembuangan yang berjarak satu dan tiga kilometer dari lokasi proyek ini,”tegasnya.

Proyek yang didanai dari pinjaman Japan International Coorporation Agency (JICA) sejauh ini progresnya dikabarkan masih mengalami deviasi minus hingga puluhan persen dari target yang direncanakan.

Lambatnya pekerjaan itu, menurut sumber media ini, sangat dipengaruhi kinerja dua perusahaan penyedia jasa asal Kota Bogor itu, yang sepenuhnya hanya bergantung pada hasil kerja dari rekanan lokal yang dilandasi perjanjian dibawah tangan tanpa melibatkan pihak pengguna jasa dalam hal ini pihak BWSS III. Akibatnya, keberadaan rekanan lokal itu, oleh Ricky Pondaag, hanya dipandang sebagai “mandor” pekerja saja. “Itu bukan kontraktor pak, tetapi hanya mandor saja, dan kami tidak memiliki hubungan dengan mereka,” tegasnya.

Sementara itu, PPK Sungai dan Pantai I BWSS III Tahun Anggaran 2024, yang saat ini membawahi proyek itu, Harry Mantong, ST., M.T. ketika hendak dimintai konfirmasi beberapa waktu lalu, di Palu, terkait pekerjaan itu, kepada jurnalis Berita Global Indonesia dan Cakra Bhayangkara News.com, menolak untuk memberi jawaban,”sorry kami di sini punya SOP yang berkait dengan penjelasan kepada media,”ujarnya singkat.

Bahkan, konfirmasi tertulis yang dilayangkan kepada Ricky Pondaag yang ditembuskan pula kepada Kepala BWSS III, sejauh ini tidak memperoleh tanggapan. Upaya untuk melakukan konfirmasi langsung kepada Kepala BWSS III, Dedi Yudha Lesmana, S.T., M.T., beberapa waktu lalu di kantornya, juga tidak berhasil dilakukan, karena adanya birokrasi yang diduga sengaja dipersulit. Jurnalis yang hendak menemui yang bersangkutan hanya tertahan di “pos-monyet” penjagaan dan hanya ditemui di pos itu oleh seorang wanita yang mengaku sebagai Humas BWSS III bernama Novi. ”Kabalai lagi sibuk, dan di kantor saya ini ada aturan, jika wartawan yang mau meminta data, harus dilakukan tertulis,”jawabnya dengan lagak kurang bersahabat. (Jamal)

banner 728x250