JAKARTA – Profesionalitas Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam menghadirkan saksi fakta untuk mengungkap peristiwa hukum, dalam perkara narkotika dengan terdakwa Singgih Prananta Siam, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Senin (1/4/2024) dipertanyakan Penasehat Hukum Raden Nuh dan Dian Amalia.
Pasalnya Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakpus, menghadirkan saksi fakta bernama Muhammad Nur Arvin anggota kepolisian dari Polsek Sawah Besar, Jakpus.
Dalam kesaksiannya M Nur Arvin mengatakan bahwa dirinya bersama tim melakukan penangkapan terhadap terdakwa Singgih pada 26 Januari 2024 di sebuah warung Jalan Pangeran Jayakarta Jakpus diduga kerap terjadi transaksi narkoba.
“Saat itu kami melakukan penangkapan terhadap Singgih (terdakwa) yang saat itu seorang diri,” ucap saksi M Nur Arvin kepada penuntut umum.
“Saat saksi tangkap, apa yang saksi lakukan,” tanya JPU. “Kami geledah dan ditemukan uang dua ribu. Kemudian saudara Singgih koperatif dan mengajak ke rumahnya. Di dalam rumah, kami temukan kotak korek api yang didalam berisi lima klip sabu-sabu,” terang saksi.
Seusai menjelaskan pertanyaan JPU, giliran kuasa hukum Singgih, Raden Nuh bertanya kepada saksi M Nur Arvin.
“Saudara saksi. Saudara saksi tadi mengatakan bahwasanya saat Singgih ditangkap sedang apa?,” tanya Advokat Raden Nuh.
“Saat ditangkap dia (Singgih) sedang berjalan kaki,” ucap saksi. “Apakah ada perbuatan yang melanggar hukum?,” tanya Raden Nuh kepada saksi M Nur Arvin.
“Menurut informasi yang saya dapatkan, dia ada transaksi langsung kami lakukan penangkapan,” jelasnya.
“Anda mengatakan berdasarkan informasi pada tanggal 23 Januari 2024 ya… Kalau disini (Berita Acara Penyidikan) saksi mengatakan tanggal 23 Januari 2024 jam 18.00 Wib saya bersama tim mendapat informasi. Inikan BAP saudara kan, benar tidak?” “Apa yang anda lakukan pada tanggal 23 Januari 2024?” tanya Raden Nuh.
Saksi menjawab, “Kami melakukan observasi,” jawab M Nur Arvin. Advokat Raden Nuh kembali menanyakan, “Apakah tau prosedur jika mendapatkan informasi. Apakah saksi tau peraturan kapolri nomor 6 tahun 2019 tentang penyidikan tindak pidana?,” cecarnya.
Mendengar sejumlah pertanyaan kuasa hukum terdakwa Singgih, saksi M Nur Arvin hanya terdiam.
“Saudara saksi, saat ditangkap apakah dia (terdakwa) sedang membuat narkoba atau tidak,”. “Adakah saat ditangkap ada pembeli narkoba. Adakah saat ditangkap dia menjual narkoba, memproduksi,” cecar lagi. Lalu saksi tidak menjawab dan hanya diam.
Sementara itu, usai sidang Raden Nuh menyatakan Hakim ini pelaksana Undang-undang. Lalu kalau hukum itu ditafsirkan sendiri dan dilanggar oleh hakim, ya kita tidak bisa berharap keadilan itu akan datang.
“Dalam perkara ini jelas, surat penangkapan, surat perintah penahanan, surat SPDP, tidak ada satu surat pun yang disampaikan mereka. Ini negara kita, negara bar-bar atau negara hukum?,” ujarnya bertanya-tanya.
Lebih lanjut Raden menjelaskan saat sidang Prapradilan, klien kita sudah mau bebas, karena tidak ada surat penangkapan. Tapi hakim malahan menunda sidang 20 hari, padahal harusnya paling lama seminggu.
“Jadi saya lihat dalam kasus ini diduga sudah ada kolusi antara oknum penyidik, oknum penuntut umum, oknum hakim Prapid, dan oknum hakimnya,” pungkasnya. (Amris)