PALU – Meski lokasi Proyek River Improvement and Sediment Control in Gumbasa River, Pondo River, and Rogo River Area, hanya berjarak beberapa kilometer dari Kantor Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) III Palu, namun tampaknya Kepala BWSS, Kepala Satuan Kerja (Kasatker) Pelaksanaan Jaringan Sumber Air (PJSA) Wilayah Sungai (WS) Palu-Lariang, WS Parigi-Poso, WS Kaluku-Karama Provinsi Sulawesi Tengah, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pantai dan Sungai I BWSS III yang menangani proyek itu, diduga tidak bisa bertindak tegas menghadapi kinerja PT. PT. Waskita Jaya Purnama Kerja Sama Operasi (KSO) PT. Medal Jaya Mandiri selaku penyedia jasa.

Sumber Berita Global Indonesia di Palu, Senin (13/5/2024) mengungkapkan, hingga pekan kedua Mei 2024 ini, pelaksanaan proyek yang didanai loan Japan International Cooperation Agency (JICA) itu, kian sulit mengejar target yang telah direncanakan, bahkan pada posisi Mei ini, lanjut sumber itu, pelaksanaan proyek tersebut, justru telah mengalami deviasi minus yang nyaris menyentuh angka 30 persen.

Kondisi yang melingkupi nasib proyek bernilai IDR 164.093.612.966. itu, ungkap sumber tersebut, semestinya sudah harus disikapi secara tegas oleh pihak BWSS, dalam hal ini pihak PPK dan Kasatker dengan melayangkan kembali teguran berupa penerbitan Show Cause Meeting (SCM) ke-2, karena SCM pertama yang telah dilayangkan beberapa waktu lalu, diduga tidak mampu mendongkrak progres pekerjaan.

Menurut sumber itu, pihak BWSS belum lama ini, memang telah melakukan pra SCM ke-2, dengan mentargetkan realisasi pekerjaan pengecoran beton dengan volume sebesar 450 meter kubik per hari, namun sejauh ini, pihak penyedia jasa dari Kota Bogor itu, diduga hanya mampu menyelesaikan volume sebesar 40 hingga 50 meter kubik per hari, suatu volume yang sungguh sangat jauh dari target yang dicanangkan.

Bahkan, atas kondisi itu, menurut sumber itu lagi, kontrak proyek tersebut, sudah harus dikatagorikan sebagai “kontrak kritis” dan celakanya, sebutnya lagi, pihak PPK Pantai dan Sungai I BWSS III, Hari Mantong, S.T., M.T. diduga tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik, berdasarkan kewenangan yang dimilikinya sesuai Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor. 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia, yakni apabila pihak rekanan tidak mampu mencapai target yang ditetapkan pada SCM, maka dirinya selaku Pejabat Penandatangan Kontrak dapat mengeluarkan Surat Peringatan (SP) kepada rekanan.

“Selanjutnya, dalam hal telah dikeluarkan SP dan penyedia jasa dinilai tetap tidak mampu mencapai target yang ditetapkan, maka Pejabat Penandatangan Kontrak dapat melakukan pemutusan kontrak secara sepihak, dan memberikan sanksi kepada penyedia jasa tersebut, sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya.

Meski proyek itu, harus dilaksanakan secara simultan pada beberapa lokasi, namun sejauh ini, penyedia jasa hanya berutak-atik pada pekerjaan Sabo Dam Dua pada area Sungai Gumbasa, sementara pekerjaan pada area Sungai Pondo dan Rogo, sejauh ini diduga belum ada realisasi pekerjaan yang signifikan. Bahkan, pekerjaan pada Jembatan Beka dan area aliran Sungai di sekitarnya, tampak sisa-sisa pekerjaan yang semrawut dan terbengkai, karena diduga ditinggal oleh rekanan lokal yang hasil pekerjaannya berupa pengecoran tanggul sekitar Jembatan Beka, diduga bermasalah dengan pihak penyedia jasa terkait dengan soal pembayaran pekerjaan.

Sementara itu, PPK Pantai dan Sungai I BWSS III, Hari Mantong, S.T., M.T. yang dimintai konfirmasi melalui sambungan telepon, Senin (13/5/2024), berkait dengan pelaksanaan proyek itu, termasuk progres pekerjaan yang diduga sudah menyentuh angka deviasi minus sekitar 30 persen, dan capaian target pengecoran beton yang diduga hanya berkisar 40 hingga 50 meter kubik per hari dari target volume 450 meter kubik per hari, mengaku belum mengetahui persis keadaan itu. Pihaknya pun berjanji akan segera melakukan pengecekan langsung ke lokasi proyek.

Pengakuan Hari Mantong atas ketidakjelasan progres pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan kelambatan pekerjaan, oleh seorang pekerja di lapangan, menilai jika pengakuan PPK itu sangat diragukan, karena menurutnya, setiap saat ada laporan yang disampaikan kepadanya, terutama dari pihak konsultan pengawas, “masa sih dia tidak tahu persis kondisi lapangan, selain dirinya setiap saat ada di lapangan, dia juga menerima laporan tertulis dari pihak konsultan pengawas,”ujarnya.

Proyek ini, menurut sumber Berita Global Indonesia yang lain di Palu mengungkapkan, sejak awal pelaksanaan proyek tersebut, sudah diprediksi akan bermasalah. Selain tidak dukung dengan peralatan yang memadai, pihak penyedia jasa hanya menggandeng kontraktor lokal dengan pola kerjasama yang didasarkan pada perjanjian dibawah tangan, sehingga pihak rekanan itu, sama sekali tidak memiliki hubungan hukum dengan pihak BWSS. Akibatnya, rekanan tersebut bekerja tanpa beban, sebab dirinya tidak bertanggungjawab atas realisasi target pekerjaan dengan pihak pengguna jasa, “jadi mereka bekerja sesuai kemampuan saja dan berapa volume yang dikerjakan itulah yang dibayarkan, mereka tidak ada beban soal progres,”ujar sumber itu. (Jamal)

Keterangan Gambar :

Pekerjaan pengecoran dinding sungai di Desa Beka, Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah yang ditinggal kontraktor lokal, karena diduga persoalan pembayaran pekerjaan.