PALU – Tidak banyak yang mengetahui, jika rencana proyek penggantian jembatan yang akan membentang di atas “sungai kering” pada poros jalan Palu-Bangga, tepatnya di Desa Beka, Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, merupakan urusan Balai Sungai Sulawesi (BWSS) III Palu. Masyarakat pada umumnya memahami, jika urusan penanganan jalan dan jembatan pada ruas jalan umum yang berfungsi menghubungkan daerah yang satu dengan lainnya, lazimnya berada ditangan pihak “Bina Marga”, entah itu Jalan Nasional melalui Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN), Jalan Provinsi dibawah taktis Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Provinsi, maupun Jalan Kabupaten yang diurus dan ditangani Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten.
Di atas sungai kering di Desa Beka itu, memang masih membentang jembatan bailey, tetapi jembatan itu sendiri sejauh ini tidak difungsikan lagi, sehingga kendaraan yang melintas pada ruas jalan itu, hanya menyeberangi dasar sungai kering itu yang tak berair tatkala tidak terjadi luapan air pada aliran sungai itu. Karakter umum sebagian besar sungai-sungai kering yang ada di wilayah Lembah Palu.
Sesungguhnya, pada aliran sungai kering itu, sejak dicanangkan Proyek River Improvement and Sediment Control in Gumbasa River, Pondo River, and Rogo River Area, bernilai IDR 164.093.612.966 dari dana loan Japan International Cooperation Agency (JICA) yang dimulai Tahun Anggaran 2023 yang tercantol pada aktivitas BWSS III, dimana rencana dan pengerjaan pembangunan penggantian jembatan itu sudah include di dalamnya. Artinya, meskipun proyek penggantian jembatan tersebut berada pada ruas jalan umum, namun karena ada kaitannya dengan pembangunan dan penataan aliran sungai, maka sekalian ditangani pihak BWSS. Mungkin itu dasar pertimbangannya.
Hanya saja, walau sudah seranggarkan lebih dari setahun yang lalu, namun hingga saat ini, proyek tersebut belum juga tersentuh kegiatan rekanan yang kebetulan dipercayakan kepada PT. Waskita Jaya Purnama Kerja Sama Operasi (KSO) PT. Medal Jaya Mandiri selaku penyedia jasa. Padahal, meski proyek penggantian jembatan itu, hanya merupakan satu item pekerjaan dari sejumlah item-item lainnya yang tercakup pada Proyek River Improvement and Sediment Control in Gumbasa River, Pondo River, and Rogo River Area, namun tak semestinya, keadaannya dibiarkan seperti sekarang ini, karena kendaraan bermotor yang melintasi ruas jalan itu terbilang cukup padat.
Jika kita berada pada area itu saat ini (Senin, 14/5/2024) sentuhan dari pihak kontraktor, hanyalah pemasangan police line dari unit Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) penyedia jasa tersebut, yang terpasang pada pinggir dasar sungai kering yang dilalui kendaraan, karena pada bagian pinggir sungai itu, sudah ada lubang yang menganga akibat curah hujan tinggi pekan-pekan ini. Hal mana, jika tidak diberi tanda, maka bisa saja mencelakakan pengendara kendaraan bermotor yang tak berhati-hati melalui jalan tersebut. Itu pun terkesan dipasang seadanya saja, diduga mungkin sekadar menggugurkan kewajiban sebagai pelaksana proyek.
Di sekitar area rencana proyek pembangunan jembatan dan pekerjaan pengecoran dinding aliran sungai itu, ada sesuatu yang agak menggelitik, karena meski sudah tak ada aktivitas proyek — karena pernah ada pekerjaan pengecoran dinding sungai yang ditangani kontraktor lokal, tetapi hanya berhasil melakukan pengecoran kurang lebih 20 meter saja, lalu kemudian mereka meninggalkan pekerjaan itu, karena kabarnya diduga terkait soal pembayaran, namun ada seorang pengawas dari pihak konsultan proyek tersebut, bernama Rudy. Lelaki paruh baya itu, wajib nongkrong setiap hari di area itu untuk melakukan pengawasan. Namun, Rudy juga tertawa kecut, tatkala ditanya tentang apa yang diawasinya hingga harus setiap hari ada di tempat itu. Pertanyaan itu terlintas, karena tak ada kegiatan sama sekali di tempat itu. Tak ada jawaban dari Rudy, kecuali menyatakan ini tugas yang diwajibkan bos kepada saya Pak, tanpa menyebut nama bosnya.
Rudy pun mengaku, jika akvititasnya saban hari di tempat itu, sudah berlangsung sejak sekian bulan lalu. Dirinya pun merasa bingung, karena kontraktor yang diharap segera melanjutkan pekerjaan di tempat itu, tak muncul pula. Menurut informasi yang diterima Rudy, surat teguran yang dilayangkan pihak konsultan pengawas kepada penyedia jasa dari Kota Bogor itu, untuk segera menangani item-item pekerjaan di tempat itu, sudah tak terhitung jumlahnya, namun hasilnya, menurut Rudy, tetap saja nihil.
Sebagai staf teknis proyek yang sudah malang-melintang melakukan pengawasan pada berbagai jenis proyek konstruksi di daerah ini, barulah kali ini, dirinya ditugasi melakukan pengawasan, tetapi ironisnya yang awasi sama sekali tidak ada. Tidak ada kegiatan pekerjaan dan sudah barang tentu pula tidak ada orang yang bekerja, “pusing pak,” katanya singkat.
Proyek yang didanai pinjaman dari negara sahabat ini, memang ditengarai tidak terurus apik. Progres capaian fisik proyek ini, hingga bulan Mei 2024 ini, diduga hanya berkisar 20 persen saja, sehingga kemajuan proyek itu diperkirakan sudah mengalami deviasi minus yang nyaris menyentuh angka 30 persen. Padahal, jika dihitung ke depan, limit waktu yang tersisa untuk penyelesaiannya, tersisa kurang lebih tujuh setengah bulan lagi.
Pihak PPK Sungai dan Pantai I BWSS III yang menangani pelaksanaan proyek ini, sudah melayangkan “surat cinta” dengan menerbitkan Show Cause Meeting (SCM) Pertama beberapa bulan lalu, namun tampaknya surat itu, diduga terkesan tak bertuah untuk mendongkrak progres pekerjaan. Bahkan terakhir dikabarkan, manajemen penyedia jasa tersebut, sudah mengalami perubahan dengan mengganti beberapa personal pelaksana, tetapi hal itu pun dikabarkan tak banyak merubah kinerja.
Belakangan, berdasarkan informasi yang layak dipercaya, terungkap jika ada upaya untuk menerbitkan lagi “surat cinta kedua” kepada penyedia jasa itu, namun didahului dengan melakukan Pra-SCM ke-2 dengan mencanangkan target pengecoran beton sebesar 450 meter kubik setiap hari, namun diduga rekanan itu, hanya mampu melakukannya antara 40 sampai dengan 50 meter kubik saja per harinya, suatu volume yang sungguh sangat jauh dari target yang telah dicanangkan. Bahkan, pada Senin (14/5/2024) hasil pengecoran yang berhasil dilakukan, diduga hanya berkisar 18 meter kubik saja. Artinya, realisasi pengecoran yang dicapai kian menurun, dan menurut informasi dari sumber di lokasi pekerjaan, kurangnya material pendukung menjadi “kambing-hitam” dari terjadinya penurunan volume pengecoran itu.
Beredar selentingan, jika kontraktor ini diduga keteteran menangani pelaksanaan proyek, karena memang hanya ditopang mitra lokal yang dibangun dalam kerangka kerjasama yang tertuang dalam perjanjian di bawah tangan dengan konsekuensi hukum, tentunya keberadaanya tidak dikenal sama sekali oleh pihak pengguna jasa, dalam hal ini BWSS III. Akibatnya, mitra lokal itu tidak bertanggungjawab kepada BWSS, sehingga capaian progres yang diraihnya, hanyalah sesuai kemampuannya saja.
Kondisi lainnya, proyek bernilai ratusan miliar rupiah itu, diduga pula tidak ditunjang fasilitas peralatan yang cukup memadai. Mobil molen yang digunakan mengangkut beton curah dari batching plant ke tempat pengecoran, tampak “ngos-ngosan” mengangkut beban yang cukup berat, karena kendaraan itu sendiri memang tampaknya sudah uzur. (Jamal)