ACEH TIMUR – Ketua Ampehra T. Saiful ( Raja) Tegaskan hasil Pantauan terhadap Lingkungan seperti Kedangkalan Kuala & Abrasi Pesisir Pantai saat ini berdampak buruk terhadap perekonomian bahkan mengancam pemukiman masyakat nelayan Aceh Timur, Jum, at ( 26/7/2024).
“Berbagai Persoalan mencuat muncul dikalangan masyarakat pesisir pantai, mengapa kapal nelayan terbanyak di Aceh Timur tiba- tiba satu persatu harus berlayar dan membongkar hasil tangkapan ke Tempat Pelelangan Ikan ( TPI) diluar daerah seperti ke pusong lhokseumawe dan sampai bersandar ke pelabuhan lampulo di banda aceh,ini semua terjadi sehingga mengakibatkan ekonomi masyarakat dibidang perikanan Aceh Timur kurang berjalan,” kata Ketua Ampehra T. Saiful.
Hasil pantauan Ketua Ampehra Aceh Timur T. Saiful Sapaan Raja ke awak media bahwa, kondisi Kuala – Kuala sebagai ruas jalur muara antara sungai dan laut yang dilintasi kapal nelayan sampai saat sekarang ini kami simpulkan adalah dangkal.
“Beberapa kuala yang kami simpulkan dangkal yaitu Kuala Idi, Kuala Idi Cut, termasuk Kuala kecil yaitu Kuala Peudawa Puntong,” jarnya.
Dikatakan, melihat hasil lapangan bahwa disetiap Muara dangkal yaitu sarat banyak persoalan seperti sedimen diakibatkan banyaknya pencemaran sampah serta lumpur dari hulu sungai terlihat hasil sampel pengerukan dimuara berwarna hitam pekat, seperti di Kuala idi, serta hulu sungai Krueng idi tidak beraturan ini bukan lagi sebagai kawasan konservasi akan tetapi sudah hilang tidak terkendali lagi karena hutan bakau, maupun pohon bambu dan pohon sejenisnya sepanjang bantaran aliran sungai hilang begitu saja, sehingga pada saat musim penghujan tiba air sungai cepat meluap karena kawasan tangkapan air sudah hilang.
“Jika permasalahan kedangkalan muara tidak cepat segera ditangani, kami kwartirkan perekonomian masyarakat pesisir pantai hancur, karna kapal nelayan tidak bisa lagi masuk ke kuala Aceh Timur untuk membongkar hasil tangkapannya, malah harus pindah ke dermaga luar daerah,” tegasnya.
Selanjutnya untuk daerah kawasan abrasi ini bisa dilihat di sepanjang pantai Kuala Peudawa Puntong, dimana bekas rumah -rumah masyarakat nelayan telah menjadi puing – puing, akibat diterjang gelombang air laut peristiwa ini sedang berlangsung, belum ada upaya tindakan penanganan dari pemerintah kabupaten maupun provinsi.
” Kami dari Lembaga Amphera melihat Aceh Timur memang benar kurang memperdulikan aspek Peduli lingkungan seperti konservasi dan pengendalian daya rusak air, sehingga berdampak besar kepada masyarakat pesisir pantai, usaha -usaha kecil tidak dapat berjalan, pemukiman penduduk hancur karna abrasi, Tempat pelelangan ikan sepi karna kapal nelayan tidak bisa masuk ke TPI, disebabkan kedangkalan Kuala,” imbuhnya.
Lembaga peduli lingkungan hidup Ampehra sangat berharap Pemerintah Kabupaten, untuk segera mencari solusi aksi yaitu mendukung rekomendasi rujukan ke Dinas Perikanan Aceh, Dinas Lingkungan Hidup Aceh dan Balai Wilayah Sungai Sumatera 1 di Banda Aceh, bahkan ke Badan Penanggulangan Bencana Provinsi.
” kita tidak boleh menutup mata, jika itu terkait kepentingan dan kemakmuran masyarakat banyak,” pungkasnya.( ts)