JAKARTA – Badan Pemulihan Aset Kejaksaan RI menggelar Focus Group Discussion (FGD)dengan tema “Optimalisasi Percepatan Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi Di Kejaksaan Republik Indonesia Pasca Dibentuknya Badan Pemulihan Aset” pada Kamis (7/11/2024).

Dalam FGD tersebut, sebagai keynote speaker Kepala Pusat Pemulihan Aset Dr. Emilwan Ridwan menyampaikan bahwa dalam pemulihan aset, Kejaksaan berwenang melakukan kegiatan penelusuran, perampasan, dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya kepada negara, korban, atau yang berhak.

“Pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, semakin memperkuat kewenangan Kejaksaan khususnya di bidang pemulihan aset, sehingga kewenangan Kejaksaan di bidang pemulihan Aset yang semula dilaksanakan oleh Pusat Pemulihan Aset sekarang dilaksanakan oleh Badan Pemulihan Aset,” ujarnya.

Menurut Emilwan hal itu sesuai yang diamanatkan dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Jaksa Agung Nomor Per-006/A/JA/07/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.

Selain itu menurut mantan Wakajati Sulteng ini penguatan kelembagaan Pusat Pemulihan Aset menjadi Badan Pemulihan Aset berpotensi dalam memberikan peningkatan nilai tambah dalam hal potensi peningkatan pengembalian keuangan negara secara lebih masif dalam hal Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Badan Pemulihan Aset juga diharapkan dapat menjadi solusi untuk memecahkan permasalahan terkait pemulihan aset yang selama ini belum dapat diselesaikan oleh Pusat Pemulihan Aset. Peningkatan kelembagaan menjadi Badan Pemulihan Aset memberi konsekuensi kepada praktisi pemulihan aset untuk lebih tanggap terhadap problematika yang dihadapi oleh Kejaksaan dalam hal pemulihan aset,” imbuhnya.

Emilwan mengatakan seiring dengan perkembangan teknologi dan kecerdasan intelektual dari pelaku kejahatan, maka aset yang terkait tindak pidana tidak terbatas pada aset konvensional seperti tanah, bangunan, kendaraan, dan perhiasan.
Sesuai dengan visi pemerintahan yang baru, Presiden Prabowo memiliki target untuk membangun 3 juta rumah maka akan ada aset berupa barang rampasan negara yang diserahkan kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian/Lembaga.

Dalam FGD kali ini terdapat sharing session atau best practice dari Direktur Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang hamper sama dengan Badan Pemulihan Aset. Sharing session tersebut diharapkan dapat meningkatkan sinergitas pemulihan aset di kalangan penegak hukum.

Permasalahan lain yaitu menyangkut aset tidak laku lelang karena harga yang tinggi, adanya kewajiban IPL, pajak daerah,dan kondisi aset yang rusak. Perlu dicermati bersama bagaimana mekanisme penurunan aset ketika lelang pertama tidak laku, apakah menunggu laporan penilaian baru atau ada mekanisme lain yang dapat ditempuh.
“Itulah beberapa hal yang dapat saya sampaikan, semoga FGD ini dapat menjadi sarana bagi kita semua untuk dapat mencegah bahaya radikalisme, ekstrimisme dan terorisme di Indonesia,” pungkas Emil. (Amri)