JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia melalui Tim Penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) berhasil menangkap HL, tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait tata niaga komoditas timah. Penangkapan dilakukan di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, setelah HL kembali dari Singapura, pada Senin (18/11/2024).
HL, yang sebelumnya telah dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus ini, merupakan yang ke-22 dalam rangkaian penyidikan yang melibatkan PT Timah Tbk. Kasus ini menyangkut dugaan korupsi dalam pengelolaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk yang terjadi antara 2015 hingga 2022.
Penangkapan ini berawal dari sejumlah tindakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung, termasuk pemeriksaan HL sebagai saksi pada Februari 2024 dan sejumlah pemanggilan yang tidak dipenuhi oleh tersangka.
Kronologi Penangkapan
Penyidik telah memulai proses hukum terhadap HL sejak awal tahun 2024, dengan pemeriksaan saksi yang dilakukan pada 29 Februari 2024. Pasca pemeriksaan tersebut, pihak Otoritas Imigrasi Singapura mengkonfirmasi bahwa HL berada di Singapura sejak 25 Maret 2024.
Selama beberapa bulan berikutnya, HL tidak memenuhi panggilan resmi dari penyidik, yang kemudian memicu langkah pencekalan oleh Kejaksaan Agung pada 28 Maret 2024. HL juga dikenakan pembatasan perjalanan luar negeri melalui penarikan paspornya.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 16 April 2024, HL akhirnya ditangkap pada 18 November 2024, saat kembali ke Indonesia. Tersangka dibawa ke Gedung Menara Kartika Kejaksaan Agung untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, kemudian dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan untuk 20 hari ke depan, sesuai Surat Perintah Penahanan Nomor: 54/F.2/Fd.2/11/2024.
Peran HL di Kasus Timah
HL disangka memiliki peran aktif dalam praktik korupsi terkait dengan pengelolaan komoditas timah. Sebagai Beneficiary Owner PT TIN, HL diduga terlibat dalam penyewaan peralatan pemrosesan peleburan timah antara PT Timah Tbk dan PT TIN. Kerjasama ini diduga melibatkan perusahaan-perusahaan fiktif, seperti CV BPR dan CV SMS, yang sengaja dibentuk untuk menampung bijih timah yang diperoleh dari penambangan ilegal. Praktik ini tidak hanya merugikan negara tetapi juga mengancam keberlanjutan sektor pertambangan yang sah di Indonesia.
Dalam kaitannya dengan pasal hukum yang diterapkan, HL disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini menjadi salah satu bukti komitmen Kejagung dalam memberantas praktik korupsi di sektor sumber daya alam, khususnya dalam industri timah yang selama ini seringkali tersangkut dalam isu tata kelola dan penambangan ilegal. Proses hukum terhadap HL diperkirakan akan terus berkembang, seiring dengan upaya pengungkapan jaringan korupsi yang lebih luas dalam industri ini. (Amris)