JAKARTA – Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat kembali menerapkan Restorative Justice (RJ) terkait kasus pencurian sepeda motor dengan tersangka Agus bin Naman. Keputusan RJ ini diambil setelah adanya kesepakatan perdamaian antara tersangka dan korban, yang menjadi dasar bagi penghentian proses penuntutan.

Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Jakarta Barat Marjuki menjelaskan kasus ini bermula pada Jumat, 25 Oktober 2024, ketika itu Agus sedang berjalan kaki menuju gerai Alfamart di Jalan Benda Raya, Kelurahan Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat.

Kala itu, ia melihat sepeda motor Honda Revo milik Sulaiman terparkir dengan kondisi kunci masih tertinggal pada motor tersebut. Tersangka yang berada dalam tekanan ekonomi, kemudian memutuskan untuk mencuri motor tersebut dan membawanya ke rumahnya di Jalan Kamal Muara, Jakarta Utara.

“Pada Minggu, 27 Oktober 2024, tersangka dan barang bukti berhasil diamankan. Selaku korban, Sulaiman mengalami kerugian sebesar Rp 5.000.000 akibat peristiwa tersebut. Namun, setelah melalui proses mediasi, kedua belah pihak sepakat untuk berdamai pada 3 Desember 2024,” ujar Marjuki dalam siaran persnya pada Senin (16/12) 2024).

Selanjutnya kata Marjuki tersangka meminta maaf, sedangkan korban menyatakan kesediaannya untuk mengakhiri perkara ini secara damai. Karena sepeda motor yang hilang telah kembali dalam kondisi utuh.

Proses ekspos tersebut, kata Marjuki dilakukan secara daring melalui Zoom Meeting ini menunjukkan bahwa saksi korban sudah memaafkan tersangka dan menganggap bahwa kasus ini dapat diselesaikan dengan pendekatan Restorative Justice.

Lantas Kejari Jakarta Barat memutuskan untuk menghentikan penuntutan terhadap tersangka, dengan pertimbangan bahwa kasus ini adalah tindak pidana pertama yang dilakukan oleh tersangka, dan motifnya didorong oleh kondisi ekonomi yang sulit.

“Bahwa penyelesaian kasus ini telah dilakukan melalui Restorative Justice. Tentunya dapat menjadi contoh positif dalam penegakan hukum yang lebih humanis dan berbasis pada penyelesaian masalah secara damai,” jelasnya.

Menurut Marjuki eberhasilan ini membuktikan bahwa pendekatan Restorative Justice tidak hanya mengedepankan hukum, tetapi juga mengutamakan penyelesaian yang menguntungkan kedua belah pihak, serta memberikan kesempatan kepada pelaku untuk memperbaiki diri.

Dengan adanya perdamaian ini, diharapkan dapat menjadi model dalam penanganan perkara serupa di masa depan, terutama dalam hal mengurangi beban sistem peradilan dan memberikan kesempatan kedua bagi pelaku yang terbukti menyesal. (Amri)