JAKARTA – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Khusus Jakarta memberikan klarifikasi terkait laporan pengaduan masyarakat yang disampaikan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Monitoring Saber Pungli Indonesia (MSPI) mengenai dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam proyek pembangunan Waduk Sunter Selatan Sisi Timur tahun anggaran 2019.
Demikianlah klarifikasi tersebut disampaikan Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jakarta, Syahron Hasibuan dalam siaran persnya pada Rabu (8/1/2024).
Menurut Syahron, Proyek pembangunan Waduk Sunter Selatan Sisi Timur yang dilaksanakan oleh Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta memiliki nilai kontrak sebesar Rp45,8 miliar. Pekerjaan konstruksi ini dikerjakan oleh konsorsium PT. Sinar Mardagul dan PT. Jaya Beton Indonesia (KSO) sebagai pemenang tender.
LSM MSPI sebelumnya melaporkan dugaan ketidaksesuaian pekerjaan pada proyek tersebut kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara pada Desember 2022. Laporan ini disertai dengan temuan bahwa pekerjaan tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Bill of Quantity (BoQ) yang telah ditetapkan.
Kejari Jakarta Utara lanjut Syahron menjelaskan melakukan penyelidikan dengan menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan pada 7 November 2023. Hasil penyelidikan menunjukkan adanya kekurangan volume pekerjaan dan denda keterlambatan yang belum diselesaikan, yang kemudian telah dibayarkan sejumlah Rp722.463.154.
“Namun, meskipun ditemukan adanya kekurangan volume pekerjaan, Kejaksaan Negeri Jakarta Utara menyatakan bahwa tidak ditemukan indikasi perbuatan melawan hukum dalam proyek ini,” ujar Syahron.
Kemudian, Pada 5 Juni 2024 laporan yang sama kembali diterima oleh Kejati DK Jakarta, yang menyoroti bahwa progres pekerjaan hanya mencapai 30% pada 19 Desember 2023. Menanggapi laporan tersebut, Kejati DK Jakarta menegaskan bahwa informasi yang beredar mengenai progres proyek yang hanya mencapai 30% adalah keliru.
“Proyek ini telah selesai sesuai dengan Berita Acara Serah Terima pada Februari 2020,” jelas Syahron.
Ia menambahkan, Kejaksaan juga melakukan koordinasi dengan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) melalui Inspektorat Provinsi DK Jakarta untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Hasilnya, ditemukan bahwa kekurangan volume pekerjaan senilai Rp290.059.580,13 telah diselesaikan dengan mekanisme pemotongan pembayaran utang pada April 2021, sementara denda keterlambatan sebesar Rp432.403.573,70 juga telah dilunasi dengan cara yang sama.
“Dari temuan ini, kami memastikan bahwa penyelesaian administrasi proyek telah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku. Tidak ada indikasi perbuatan melawan hukum yang ditemukan,” terangnya.
Lebih jauh Syahron mengatakan, Kejati DK Jakarta mengapresiasi peran serta masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan berkomitmen untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proyek pembangunan di DK Jakarta.
“Kami berharap dengan adanya klarifikasi ini, masyarakat dapat memahami langkah-langkah yang telah diambil oleh Kejaksaan dan mendukung pelaksanaan hukum yang objektif serta berdasarkan data yang valid,” tambah Syahron.
Kejati DK Jakarta juga menegaskan komitmennya untuk terus berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti APIP, untuk memastikan semua administrasi proyek di wilayah DKI Jakarta berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan tidak ada tindakan melawan hukum yang terlewatkan. (Amri)